Yang jelas kami tidak bikin barter apa pun terkait dengan penundaan revisi ini karena Presiden men-`support` (untuk menyidik) siapa pun kalau KPK punya bukti yang cukup, silakan,"
Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjamin tidak ada barter yang dilakukan dalam penundaan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Yang jelas kami tidak bikin barter apa pun terkait dengan penundaan revisi ini karena Presiden men-support (untuk menyidik) siapa pun kalau KPK punya bukti yang cukup, silakan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung baru KPK Jakarta, Senin.

Presiden RI Joko Widodo dan pimpinan DPR dalam rapat konsultasi di Istana Negara, Senin, sepakat untuk menunda revisi UU KPK. Namun, tidak akan menghapuskannya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 sampai dengan 2019.

Kesepakatan itu diambil setelah pada Senin pagi pimpinan KPK juga menemui Presiden Jokowi untuk membatalkan revisi UU KPK tersebut.

"Kami hanya kasih masukan sesuai dengan kesepakatan kami terkait dengan penyadapan kan kami sudah prudent, penyadapan kami sudah dilakukan audit dan sudah sesuai dengan ketentuan UU KPK sendiri," katanya.

Lalu, masalah SP3 (surat perintah penghentian penyidikan), menurut dia, bisa dalam kondisi tertentu, seperti sakit berat dan meninggal, KPK bisa minta penetapan hakim atau pada saat penuntutan bisa dilimpahkan ke kejaksaan untuk mengeluarkan SP3.

"Jadi, masih ada cara untuk mengeluarkan SP3, tetapi tidak oleh KPK," tambah Alex.

Alex menyebutkan masih ada sejumlah hal dalam UU KPK itu yang membutuhkan untuk revisi.

"Kami harus akui juga bahwa UU KPK yang lama sudah saatnya ada beberapa poin yang perlu direvisi, misalnya mengenai pengangkatan penyidik independen yang dipermasalahkan, ya, dipertegas saja menyatakan kalau KPK boleh mengangkat penyidik independen di luar penyidik Polri dan kejaksaan, di UU KPK kan belum bunyi itu," jelas Alex.

KPK berharap revisi UU KPK nantinya harus sesuai dengan harapan masyarakat.

"(Presiden) tidak mengatakan menunda sampai kapan. Kami tidak mengerti sampai kapannya, bisa 2, 5, 10 tahun, harapan kami dan sesuai dengan harapan masyarakat, saya kira nanti kalau indeks persepsi korupsi kita sudah bagus, meningkat, dan kita sudah sejajar dengan taruhlah standar kita Malaysia okelah kita bicara revisi," katanya.

Rapat paripurna mengenai revisi UU KPK rencananya akan dilangsungkan pada hari Selasa (23/2) setelah ditunda dua kali karena ada tiga fraksi, yaitu Fraksi Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan PKS yang menolak revisi UU tersebut.

Meski sudah sepakat untuk menunda revisi UU KPK, rapat paripurna itu rencananya tetap akan dilaksanakan.

"Kalau tadi sudah disepakati antara Presiden dan dewan, tentu hal ini sangat bagus, ini kami dukung dan kita ingin ke depan KPK jadi lembaga penegak hukum yang kuat, akuntabel, dan kredibel. Kita lihat saja besok (saat paripurna)," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Benny K. Harman saat meninjau gedung baru KPK.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016