Painan, Sumbar (ANTARA News) - Anggota DPR RI Darizal Basir menggelar rapat dengar pendapat dengan guru, siswa dan masyarakat di Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar).

"Partai Demokrat menolak keras revisi Undang-Undang KPK. Sebab, revisi undang-undang tersebut dinilai melemahkan fungsi KPK sebagai lembaga anti rasuah. Masyarakat dan sebagian besar pengamat juga menilai, bahwa revisi undang-undang itu dapat melemahkan fungsi KPK, " kata Anggota DPR RI, Fraksi Partai Demokrat itu di Bayang, Pesisir Selatan, Rabu.

Ada beberapa materi yang akan direvisi seperti pembentukan Dewan Pengawas KPK. Kemudian KPK diberi kewenangan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dan pembatasan umur KPK hingga 12 tahun ke depan.

Menurut anggota Komisi I DPR RI itu, bila dibentuk Dewan Pengawas KPK, maka tentu KPK tidak bisa bergerak leluasa untuk menjalankan fungsi pemberantasan korupsi. Jika melakukan penyadapan maka KPK harus meminta izin terlebihdahulu kepada pihak berwenang. Akibatnya Dewan Pengawas bisa-bisa bermain mata dengan KPK untuk menghentikan kasus tertentu.

Selanjutnya, apabila KPK diberikan kewenangan mengeluarkan surat perintah penyidikan (SP3), maka dikuatirkan kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan kekuasaaan bisa dihentikan. Artinya, KPK dalam melakukan fungsinya berpotensi tebang pilih.

Begitu juga dengan pembatasan umur KPK hingga 12 tahun ke depan dinilai tidak logis, karena praktek korupsi di negeri itu masih marak. Dengan demikian memerlukan lembaga KPK untuk melakukan pemberantasan dalam jangka waktu lama dan totalitas.

"Saya menilai, revisi UU KPK, terutama pada tiga materi tadi merupakan upaya pelemahan fungsi KPK. Mestinya, KPK diperkuat untuk melakukan pemberantasan korupsi secara optimal. Kemudian Partai Demokrat juga menolak revisi UU KPK," katanya.

Tidak saja itu, pihaknya juga menolak kehadiran Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) yang kini mulai marak bagi generasi muda bangsa. LGBT merupakan virus yang bertentangan dengan agama, adat dan budaya. Dikatakan virus, karena bisa merusak mental dan perilaku generasi bangsa.

"Kini kita dihebohkan oleh LGBT, mereka ada dimana mana serta menjadi ancaman bagi generasi muda. Beberapa kasus telah terjadi seperti perkawinan sesama jenis, dan pergaulan bebas sesama jenis. Disisi lain, melakukan operasi kelamin dari pria ke wanita, begitu sebaliknya. Perilaku ini harus dijauhkan dalam kehidupan bangsa," katanya.

Hingga kini sudah tujuh negara di dunia melegalkan LGBT, tentunya menjadi ancaman bagi negara-negara lain. Namun, ada juga negara yang menentang keras LGBT, karena tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya mereka.

Marlison seorang peserta mengatakan, pihaknya juga menolak keras LGBT di Negara Indonesia khususnya di daerah itu sebab selain adat dan budaya, LGBT juga sangat bertentangan dengan agama.

Pewarta: Junisman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016