Karena pekerjaan kreatif itu abstrak, kalau ikut-ikutan abstrak jadinya kontarproduktif sama pekerjaan. Makanya, saya perlakukan menulis ini pekerjaan saya seperti orang ngantor.
Jakarta (ANTARA News) - Setelah 15 tahun, perjalanan novel serial Supernova berhenti pada Inteligensi Embun Pagi. Momen yang paling dinanti sekaligus membuat sedih sang penulis, Dewi Lestari atau akrab disapa Dee.

Seri Supernova pertama Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh terbit 16 Februari 2001 dan terjual sampai kurang lebih 75.000 eksemplar dengan banyak istilah sains dan cerita cinta.

Dewi Lestari yang awalnya anggota trio penyanyi Rida Sita Dewi selanjutnya lebih dikenal sebagai penulis.

Pada 16 Oktober 2002, Dee meluncurkan seri kedua Supernova: Akar. Dilanjutkan Petir (2004), Partikel (2012), dan Gelombang (2014). Berikut adalah wawancara ANTARA News dengan Dewi Lestari tentang Supernova dan perjalanannya.

Inteligensi Embun Pagi (IEP) adalah penutup Supernova, sebenarnya apa makna judul tersebut?

IEP merepresentasikan kedatangan tokoh baru. Si tokoh baru ini seperti embun pagi. Kedatangannya begitu halus tapi ada kecerdasan yang dia bawa, sebuah angin perubahan. Makanya saya beri judul IEP. Selain itu juga saya orang yang percaya bahwa alam semesta ini bergerak dengan sebuah intelegensi yang luar biasa, di luar dari akal kita. Jadi maknanya itu secara konteks cocok dengan cerita dan saya suka saja sama bunyinya saat diucapkan, kedengarannya enak.

Bagaimana konflik yang terjadi dalam IEP?

Ada peperangan yang sudah begitu tua tapi tidak terlihat oleh orang-orang. Diluar dari hiruk pikuk kehidupan ini sebetulnya ada terjadi peperangan besar. Peperangan besar ini begitu halusnya sampai tidak terdeteksi oleh kebanyakan orang. 

Peperangan besar ini terjadi antara Sarfara, Infiltran dan Peretas. Tarik-tarikan ketiganya ini kemudian jadi puncak konflik dari IEP. Peperangan mereka itu seperti siklus yang terus berulang dan IEP ini adalah awal dari sebuah siklus baru, seperti on going war tapi tidak kelihatan.

Lalu?
Eksistensi mereka sangat bergantung sama realitas di kita, manusia. Jadi bisa dibilang bumi ini sepertinya kecil tapi dia juga adalah penentu keseimbangan. Kalau kita lepaskan status quo di bumi ini akan ada efek domino, bisa berbalik ke kehancuran mereka, sehingga mereka sangat menjaga.

Apa semesta yang anda maksud dalam novel ini?
Different dimension, sepenuhnya terlibat dalam dimensi kita tapi gerak geriknya tidak kelihatan. Kalau alien dalam Supernova tidak muncul dalam piring terbang atau penampilan little green man tapi sama kaya kita dan justru itu yang berbahaya karena tidak kelihatan.

Anda percaya alien?
Sangat mungkin terjadi.

Sepertinya banyak action dalam IEP, bagaimana dengan romansanya?

Ada. Ini dua tokoh yang sebetulnya punya pengalaman pahit di percintaan di buku-buku sebelumnya. Bagi saya romansa itu satu bambu yang enak banget dikerjakan. Saya sangat menikmati saat membuatnya. Saya memang ingin di IEP ada bumbu romansanya, di luar petualangan, pertanyaan yang eksistensial, dan sebagainya.

Bagaimana rasanya menutup kisah Supernova?
Campur-campur. Bayangkan saja dari tahun 2011 ketika nulis Partikel sampai Inteligensi Embun Pagi rasanya seperti menulis maraton, tidak pernah berhenti. Saya berhenti menulis hanya untuk promosi buku, itu juga dibatasi supaya bisa lanjut menulis lagi. 

Setelah menulis terus tanpa berhenti lalu akhirnya selesai, tentu senang karena lega. Tapi di sisi lain juga ada perasaan sedih, kehilangan, karena ini kan karakter-karakter yang sudah saya bangun selama 15 tahun.
Selama ini mereka dinikmati lewat jalur yang terpisah, misal Zara sendiri, Alfa sendiri, semuanya sendiri. 

Justru di buku ini mereka semua bersatu, berinteraksi. Sesuai rencana saya tamat di sini. Seperti separation anxiety gitu, berpisah dengan si tokoh-tokoh yang padahal serunya baru sekarang nih ketika semua ketemu.

Apa tantangan dalam proses menulis IEP?

Menyinkronkan semua cerita. Jangan sampai ada detail yang tidak konsisten. Selain itu, saya juga harus membiasakan lagi masuk ke perspektif orang ketiga, karena di empat buku terakhir saya selalu di sudut pandang orang pertama. 

Di sini, saya jadi pencerita sudut pandang ketiga dan dari segi kepenulisan itu adaptasi luar biasa. Mungkin di seperempat cerita saya baru ketemu enaknya. Cerita di buku ini juga sangat besar, dari ketebalannya pun ini buku cerita saya yang paling tebal. 

Karena saya memang sempat punya tantangan pribadi, IEP harus bisa jadi epic novel, epic novel itu ukuran 100ribu kata ke atas. Selama ini saya belum pernah sampe ke sana, biasanya di 80ribuan.

Apa strateginya?
Saya bikin pemetaan sejak Januari 2015 walaupun pemetaan besar sudah saya lakukan sejak 2011 sewaktu menulis Partikel. Setelah akan mulai menulis IEP, saya buat pemetaan ulang khusus. Pakai dinding di rumah. Saya pakai empat karton besar, adegan demi adegan saya tulis dalam kertas kecil, yang bisa saya pindah ke sana sini sesuai cerita.

Sejak menulis Partikel, saya kasih komitmen dan waktu untuk Supernova. Saya sudah memetakan hari kerja saya, benar-benar matematis. Karena pekerjaan kreatif itu abstrak, kalau ikut-ikutan abstrak jadinya kontarproduktif sama pekerjaan. Makanya, saya perlakukan menulis ini pekerjaan saya seperti orang ngantor.

Pernah merasa mentok saat menulis ini?

Tidak mungkin dalam setahun saya lancar menulis terus, tapi just deal with it. Segala macam cara saya coba, dulu saya nokturnal banget tetapi setelah punya anak akhirnya saya belajar untuk menulis kapan pun dan dimana pun.

Untuk menulis IEP, saya sempat coba-coba beberapa kafe buat menulis sampai ketemu kafe yang sudah sreg banget, hanya sepuluh menit dari rumah. Tantangannya kafe itu tutup jam 3 sore, jadi saya harus sudah wrapped up sebelum tutup dan itu justru memacu saya, begitu sampai di sana langsung pasang headphone dan mengetik. Saya juga belajar lagi menulis sambil mendengarkan musik.

Saat mengerjakan tiga bab terakhir saya sampai mengungsi ke hotel sendirian karena pengerjaannya sangat intensif. Saya butuh kondisi yang tidak diganggu, tidak diajak ngobrol, tidak ada distraksi. Akhirnya saya izin ke suami saya, saya harus butuh satu hari menyelesaikan buntut ceritanya.

Novel IEP ini kan sangat dinanti-nanti oleh pembaca setia Supernova, ada tidak pembaca yang sampai menghubungi anda secara personal karena penasaran?

Banyak. Mereka email saya dan tidak mungkin saya jawab. Misal nanya, "ayahnya Zara kemana?". Banyak yang nanya ini itu. Tapi itu jadi catatan saya untuk saya jawab.(bersambung ke : Dewi Lestari bicara proses Inteligensi Embun Pagi (2)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016