Yogyakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta menyiapkan peta geospasial untuk permukiman dengan rumah tidak layak huni sehingga diketahui persebarannya secara pasti.

"Keberadaan peta ini akan semakin memudahkan kami untuk mengetahui lokasi rumah tidak layak huni. Apakah menyebar atau berkelompok. Dengan demikian, kami bisa menentukan langkah penanganannya dengan lebih baik," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta Edy Muhammad di Yogyakarta, Selasa.

Selain titik koordinat dari rumah tidak layak huni, peta geospasial tersebut juga dilengkapi dengan berbagai informasi lain yang dibutuhkan, di antaranya status tanah dan bangunan yang ditempati.

"Ada rumah tidak layak huni yang dibangun di tanah milik sendiri, tetapi ada pula yang dibangun di Sultan Ground, atau di wedi kengser dan tanah negara. Semuanya membutuhkan penanganan yang berbeda-beda," katanya.

Berdasarkan hasil pendataan di lapangan yang dilakukan pada 2014, terdapat 3.343 rumah tidak layak huni atau tiga persen dari total rumah yang ada di Kota Yogyakarta.

Ia mengatakan keberadaan peta geospasial tersebut juga menjadi bagian dari penentuan zonasi pembangunan rumah susun bagi penduduk berpenghasilan rendah.

Pemetaan tersebut, kata Edy, juga berhubungan dengan penghitungan kebutuhan perumahan di Kota Yogyakarta.

"Kami akan melakukan penghitungan kebutuhan perumahan yang dilakukan berdasarkan kecenderungan pertumbuhan penduduk dibanding dengan jumlah perumahan yang ada sekarang. Apakah masih ada kekurangan atau tidak," katanya.

Edy mengatakan rumah susun menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan guna memenuhi kebutuhan perumahan yang layak huni bagi warga Kota Yogyakarta.

Saat ini, tingkat kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta sudah cukup tinggi, yaitu 13.000 jiwa per kilometer persegi hingga 17.400 jiwa per kilometer persegi dengan luas total wilayah Kota Yogyakarta 32,5 kilometer persegi.

Pada kesempatan sebelumnya, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan akan mulai melakukan pembatasan pembangunan kompleks perumahan horizontal dan meminta pengembang untuk lebih banyak membangun perumahan vertikal.

"Hunian diarahkan tumbuh vertikal guna menyiasati keterbatasan lahan dan kebutuhan perumahan bagi penduduk," katanya.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016