Amsterdam (ANTARA News) - Gerilyawan garis keras menyebabkan kerusakan berat terhadap warisan budaya Afrika dengan menghancurkan sejumlah tempat keagamaan di kota kuno Timbuktu sepanjang perang di Mali pada 2012, kata Pengadilan Pidana Internasional (ICC) pada Selasa.

Pemimpin gerilyawan Mali dalam perang tersebut, Ahmad al-Faqi al-Mahdi, secara langsung terlibat dalam penghancuran sembilan makam kuno dan masjid di Timbuktu dengan menggunakan kapak dan linggis, kata sejumlah jaksa ICC.

Al-Mahdi --anggota kelompok keras Ansar Dine, bersuku Tuareg, yang juga berkaitan dengan Al Qaeda di kawasan Barat, Afrika Utara-- adalah orang pertama dituntut ICC karena menghancurkan benda budaya.

"Itu kejahatan berdampak pada kejiwaan masyarakat," kata jaksa Fatou Bensouda, yang membandingkan tindakan al-Mahdi dengan penghancuran kelompok bersenjata IS terhadap kota kuno Palmyra, Suriah, dan kelompok Taliban terhadap sejumlah patung Buddha Bamiyan di Afghanistan.

"Tempat tersebut adalah monumen agama bersejarah dan seharusnya tidak menjadi sasaran militer," kata dia dengan menambahkan bahwa penghancuran tersebut memukul "bagian kemanusiaan paling mendalam, yaitu iman mereka".

Dalam sidang pra-pengadilan itu, para jaksa harus meyakinkan para hakim--yang dipimpin oleh Joyce Aluoch dari Kenya--bahwa mereka telah mengumpulkan bukti yang cukup untuk melanjutkannya ke pengadilan penuh.

ICC sendiri telah menyelidikan sejumlah insiden di Mali sejak 2012, saat gerilyawan Tuareg berhasil menguasai sejumlah wilayah utara negara tersebut sambil memberlakukan hukum Islam sesuai tafsir sempit mereka. Tentara Mali dan Prancis akhirnya berhasil mengusir mereka pada tahun berikutnya.

Timbuktu terkenal dengan nama "Kota 333 Wali", dulunya adalah pusat perdagangan dan kerohanian pada abad ke-14 dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di wilayah Afrika Utara.

Makam kuno di wilayah itu masih sering dikunjungi banyak orang.

Penampilan al-Mahdi, yang dalam sidang mengenakan kemeja berenda putih dan kaca mata tanpa bingkai, sama sekali tidak mencerminkan dirinya sebagai komandan perang dan pemimpin politik yang diduga terlibat dalam sejumlah pembunuhan serta pelanggaran hak asasi manusia.

Bensouda mengatakan bahwa al-Mahdi, yang dikenal pengikutnya sebagai ulama berpengetahuan luas, telah membantu perencanaan dan memimpin serangan di kawasan utara Mali. Dia juga adalah tokoh yang memberlakukan Pengadilan Islam di wilayah yang mereka kuasai.

Sebagian besar dari sekutu al-Mahdi, yang membantu perencanaan serangan itu, telah meninggal, kata dia sebagaimana dilaporkan Reuters.

(G005)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016