New York (ANTARA News) - Sedikitnya 50.000 orang telah tewas dalam perang saudara selama dua tahun di Sudan Selatan, kata seorang pejabat senior Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Rabu.

Jumlah tersebut meningkat lima kali lipat menurut laporan yang diberikan lembaga-lembaga kemanusiaan pada beberapa bulan awal konflik.

Perselisihan politik antara Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya, Riek Machar, memicu perang pada Desember 2013 yang telah membuka kembali perseteruan kesukuan antara kelompok etnis Dinka yang mendukung Kiir dan orang-orang Nuer yang mendukung Machar.

"50.000 orang tewas, mungkin lebih, 2,2 juta mengungsi dan tergusur, kelaparan muncul dan meningkat hanya dalam beberapa bulan," kata pejabat senior yang tidak ingin disebutkan namanya kepada sekelompok kecil wartawan. Dia melihat sedikit kemungkinan menerapkan kesepakatan damai Agustus.

PBB mengatakan bulan lalu bahwa pihak yang berperang di Sudan Selatan membunuh, menculik dan menggusur warga dan menghancurkan properti meskipun ada retorika damai dari Kiir dan Machar.

Setelah berbulan-bulan perundingan yang tidak efektif dan gencatan senjata yang gagal, kedua pihak sepakat pada Januari untuk berbagi posisi di pergantian pemerintahan, dan bulan lalu Kiir mengangkat kembali Machar ke bekas jabatannya sebagai wakil presiden.

"Di mana kita bisa melaksanakan perjanjian damai? Tidak ada tempat," kata pejabat senior PBB.

"Kami melihat kekerasan menyebar dalam perseteruan etnis di bagian lain Sudan Selatan yang telah terhindar sejauh ini."

Sebuah panel PBB yang memantau konflik di Sudan Selatan menyatakan pada Januari bahwa Kiir dan Machar masih benar-benar bertanggung jawab atas pasukan mereka dan karena itu secara langsung menyalahkan mereka karena membunuh warga.

Saat ini pasukan perdamaian PBB melindungi hampir 200.000 orang di enam lokasi perlindungan di Sudan Selatan.

Angola mengatakan pekan lalu telah mengusulkan agar Dewan Keamanan PBB memberlakukan embargo senjata di Sudan Selatan, tetapi kekuatan veto Rusia mengatakan pihaknya menentang upaya itu karena tidak percaya itu akan membantu menyelesaikan konflik.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan Kiir dan Machar akan menghadapi hukuman masing-masing jika mereka tidak mencapai kesepakatan damai.

Konflik di Sudan Selatan, yang memisahkan diri dari Sudan pada 2011 dan yang telah lama mendapat dukungan dari Amerika Serikat, telah menghancurkan negara termuda di dunia itu.



(Uu.SYS/C/M052/B/a032) 03-03-2016 13:32:48

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016