Mereka berdua tak terpisahkan, baik jasmani maupun rohani
Jakarta (ANTARA News) - Warisan Nancy Reagan, yang meninggal dunia dalam usia 94 tahun dianggap jauh lebih besar dan kompleks melewati masa delapan tahun kepresidenan suamiany, mendiang Ronald Reagan, yang dianggap banyak orang sebagai belahan jiwa abadinya sampai atma meninggalkan raganya.

"Dia memandang kami kekuatan yang menstabilkan Gedung Putih," kenang mantan menteri luar negeri Colin Powell yang menjadi penasehat keamanan pemerintahan Presiden Ronald Reagan kepada MSNBC-TV. "Beliau membuat kami makin yakin kepada apa yang tengah kami kerjakan."

Powel mengenang Nancy sebagai ibu negara yang tangkas dan penuh belas kasih.

"Dia tak pernah meneriaki orang. Namun jika menemukan ketidakpuasan di Gedung Putih, itu diberitahukan kepada kammi, dan kami segera menyelesaikannya," kata Powell.

Nancy Reagan bekerja di belakang layar dalam keputusan-keputusan maha penting yang dibuat Ronald Reagan, seperti bagaimana Ronald Reagan memimpin AS menghadapi hubungan yang eksplosif dengan Uni Soviet.

"Beliau mendorong suaminya untuk bersepakat. Bukan hanya menyepakati syarat-syarat mereka, namun juga syarat-syarat kami," kata pembawa acara kawakan NBC News Tom Brokaw kepada MSNBC.

Brokaw bahkan menyebut ibu negara yang satu ini telah menjadi salah satu dari dua atau tiga penasehat politik paling penting dalam pemerintahan Ronald Reagan.

Tak bisa dipisahkan

Powell lalu mengenang momen saat Nancy Reagan mengunjungi New York yang kerap dia kunjungi. Tak sampai satu hari, Presiden Reagan sudah merasa kesepian di Gedung Putih karena ditinggalkan Nancy ke New York.

"Pada hari ketiga (Nancy di New York). Kami diseru untuk ke New York (guna membawa pesan): 'Pulang.' Dia benar-benar merasa tidak lengkap tanpa Nyonya Reagan di sampingnya."

Powell melanjutkan, "Mereka berdua tak terpisahkan, baik jasmani maupun rohani."

Saat menjadi ibu negara, Nancy Reagan langsung aktif pada berbagai kegiatan dan isu, termasuk kampanye melawan narkotika.

Begitu Ronald Reagan memulai kekuasaannya pada 1981, Nancy melancarkan kampanye "Just Say No" untuk melawan penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan alkohol di kalangan pelajar.  Dan kampanyenya dianggap berhasil.

Segera setelah dia dan suaminya meninggalkan Gedung Putih, Nancy --bersama suami-- mendukung RUU Brady tentang pengawasan kepemilikan senjata yang diajukan setelah mantan sekretaris pers presiden lumpuh tertembak saat percobaan pembunuhan terhadap Reagan pada 1981.

Namun yang paling menonjol adalah kampanyenya melawan penyakit Alzheimer.

Setelah mengumumkan Ronald Reagan menderita Alzheimer pada 1994, pasangan sehidup semati ini mendirikan Institut Riset Ronald dan Nancy Reagan untuk riset, eksperimen dan pengobatan penyakit itu.

Hasil luar biasa dari riset ini adalah penemuan sel batang.

Mengenai hasil penelitian institut yang meneliti penyakit yang merenggut nyawa suaminya itu, Nancy Reagan menulis kepada Presiden George W. Bush pada April 2001, "Ronnie" --saat itu berusia 90 tahun-- berjuang di dunia yang tidak dikenal saya atau peneliti yang mendedikasikan hidupnya untuk penelitian Alzheimer."

"Karena hal ini pula saya bertekad untuk berbuat yang saya bisa demi menyelamatkan orang lain dari penyakit dan penderitaan ini. Oleh karena itu, saya menulis surat, demi meminta bantuan Anda dalam mendukung apa yang tampaknya menjadi jalan paling menjanjikan untuk pengobatan penyakit ini, riset sel batang."


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016