Kami suka datang kemari sepulang sekolah untuk baca-baca buku."
Gantung, Belitung Timur (ANTARA News) - Di saat sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Museum Kata Andrea Hirata di Desa Gantung, Belitung Timur sibuk memotret, sekelompok bocah perempuan berpakaian SD tampak asik menekuni setiap kata pada cerpen Andrea Hirata.

Mereka adalah Nadia Nuraini (11), Naura Aulia Puteri (12), Lara Agustin (12), Sari Lestari (11), Siti Hana Nurcahyani (11), dan Ade Lestini (12), siswi kelas enam SD Negeri 2 Gantung.

"Kami suka datang kemari sepulang sekolah untuk baca-baca buku," kata Nadia di sela-sela kunjungannya di museum warna-warni penuh kata-kata inspiratif itu pada Antara di Gantung pada Selasa (8/3).

"Aku paling suka baca tulisan-tulisan cerita di sini, selain itu aku suka lihat piala-piala yang dipajang, kelak ingin juga dapat piala seperti itu," kata Naura yang paling sula belajar IPA itu.

Anak-anak SD Gantung itu mengaku senang dengan adanya Museum Kata yang tak begitu jauh lokasinya dari sekolah mereka karena bisa menjadi arena "bermain" usai sekolah. Selain menyediakan buku-buku bacaan, magnet museum itu adalah sosok Andrea Hirata sendiri yang merupakan tokoh legenda dari Manggar, Belitung Timur.

"Kami pernah bertemu Andrea. Orangnya baik dan pintar," kata Lara.

Terinspirasi dari karya-karya Andrea Hirata, anak-anak SD itu bahkan memulai menulis karyanya sendiri dalam bentuk cerita non-fiksi soal tempat-tempat wisata di daerahnya.

"Pengennya nulis cerita novel tapi sepertinya susah. Kelak kami coba," kata Naura tersenyum.

Di SD 2 Gantung, kata Nadia, sebenarnya sudah ada perpustakaan tapi menurut Nadia dan kawan-kawannya, buku-buku di perpustakaan kurang bervariasi.

"Selain buku pelajaran, isinya ada cerita-cerita rakyat dan kisah pahlawan. Itu saja. Kalau di sini saya bisa baca soal tokoh-tokoh dunia," kata Nadia menunjuk potret Mahatma Gandhi di dinding museum.

Ada apa di Museum Kata Andrea Hirata? Dalam perjalanan media trip yang digelar Dwidayatour dan Citilink dalam rangka menyaksikan gerhana matahari total (GMT), Antara berkesempatan mengunjungi museum yang berdiri tahun 2010 itu. Museum didirikan menyusul kesuksesan novel serta film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Di depan museum, pengunjung disambut dengan gerbang warna-warni pelangi brbentuk jendela-jendela yang mungkin merupakan penerjemahan peribahasa buki adalah jendela dunia.

Di halaman tengah museum, tumbuh pohon-pohon Sang Pemimpi. Masuk ke dalamnya, berbagai pojok khusus sastra dipajang dengan sangat menarik. Ada pojok Laskar Pelangi International Editions yang memanerkan buku Laskar Pelangi yang sudah diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa dan dipublikasikan di 100 negara.

Ada juga ruangan yang berisi jajaran pintu warna-warni yang jika dibuka akan berisi fakta-fakta pengetahuan umum seperti foto tokoh-tokoh dunia lengkap dengan prestasi mereka.

Di museum itu juga disediakan ruangan khusus untuk menulis dan membaca yang dihias cantik dengan mozaik warna-warni pada lantainya. Karya-karya Andrea berupa cerpen pun yang belum pernah dipublikasikan pun bisa dinikmati di sana.

Selain itu, museum juga dilengkapi panggung mini untuk pertunjukan seni dan apresiasi sastra dengan bangku-bangku kayu mungil yang bertuliskan nama-nama pengarang dunia seperti Paulo Cuelho sampai penyair Sylvia Plath.

Kantor pos mini juga tersedia di sana. Kantor pos hanya berupa meja dan kursi kayu tua dengan pajangan-pajangan antik, termasuk televisi merk Johnsons dan loker-loker tua timbangan kuno.

Lewat kantor pos itu, wisatawan bisa mengirim kartu pos dengan gambar gerbang ikonik Museum Kata Andrea Hirata. Kartu pos akan sampai ke tempat tujuan beberapa hari setelah itu. Untuk ke Jakarta, misalnya, kartu pos akan sampai sekitar dua minggu setelah pengiriman, harganya hanya Rp15.000 untuk pengiriman di dalam negeri, luar negeri Rp40.000. Usai menjelajahi museum, para pengunjung bisa bersantai di dapur ala melayu kuno di mana disajikan Kopi Kuli. Disebut Kopi Kuli karena menurut kebiasaan pada zaman dahulu, para kuli penambang timah biasa meminum kopi yang dimasak dengan tungku kayu sebelum berangkat menambang.

Cukup dengan membayar Rp7.000 segelas, kopi hangat nan nikmat bisa dinikmati sambil ditemani pisang goreng yang manis.

Lili Suryanti (27) salah seorang pemandu wisata Dwidayatour menuturkan, Museum Kata milik Andrea Hirata merupakan cerminan personal dari kisah hidup Andrea Hirata.

"Ini dulunya tanah milik penduduk lalu dibeli sama Pak Andrea. Kalau rumah Beliau ada di seberang sana. Benda-benda yang ada di sini sangat menceeminkan kehidupan Beliau. Itu ada mesin jahit kuno, itu milik ibu Andrea Hirata karena dulu di Belitung sini jarang ada tukang jahit. Kalau kantor pos, itu karena saat kuliah Pak Andrea kerja di kantor pos," kata Lili.

Sementara, alasan kopi kuli dihadirkan di museum adalah untuk mengenang ayah Andrea Hirata yang merupakan seorang penambang timah.

Menjelang GMT, Lili menuturkan Museum Kata Andrea Hirata lebih ramai dibanding hari-hari biasa.

"Kalau hari biasa, ramainya Sabtu dan Minggu. Ini Hari Selasa sudah ramai begini," kata Lili.

Pengunjung tak dipungut biaya untuk masuk melihat-lihat ke dalam museum. Tampak hanya kotak uang sumbangan kebersihan seikhlasnya yang disediakan di pintu masuk.

"Pak Andrea itu hebat. Suatu saat saya juga ingin menjadi penulis seperti Beliau dan bangun museum begini," pungkas Nadia sebelum berggas pergi meninggalkan museum.

Oleh Oleh Ida Nurcahyani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016