Ankara (ANTARA News) - Ledakan terjadi pada Ahad (13/3) di Kizilay, menewaskan tak kurang dari 34 orang dan melukai 125 orang lagi dalam serangan kedua terhadap pusat kota Ankara Tengah dalam waktu kurang dari satu bulan.

Banyak ambulans terlihat di lokasi ledakan di Ibu Kota Turki tersebut, setelah mobil yang berisi peledak mengakibatkan ledak kuat, kata lembaga penyiaran swasta NTV, sebut Xinhua yang dikutip, Senin pagi.

Suara ledakan, ledakan ketiga sejak Oktober 2015, dapat terdengar dari jarak beberapa kilometer dan mengirim puing bertebaran sampai beberapa ratus meter dari lokasi Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kehakiman, atap gedung pengadilan, dan bekas kantor perdana menteri.

"Serangan ini, yang mengancam keutuhan negara dan solidaritas serta persatuan bangsa kita, tidak membuat lemah tekad kami dalam memerangi terorisme tapi malah memperkuat tekad kami," kata Presiden Tayyip Erdogan di dalam satu pernyataan.

Dua pejabat senior keamanan mengatakan kepada Reuters bahwa temuan pertama menunjukkan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah melancarkan aksi perlawanan selama tiga dasawarsa untuk otonomi Kurdi, atau satu kelompok yang berafiliasi padanya, bertanggung jawab.

Belum ada pernyataan bertanggung jawab, tapi Menteri Dalam Negeri Efkan Ala mengatakan nama kelompok di balik serangan tersebut direncanakan diumumkan pada Senin, setelah penyelidikan awal diselesaikan.

"Malam ini, warga sipil yang sedang menunggu di satu halte bus menjadi sasaran serangan teror dengan menggunakan bom mobil," kata Ala kepada wartawan setelah satu pertemuan dengan Perdana Menteri Ahmet Davutoglu, pemimpin kepala keamanan dan lembaga intelijen.

"Temuan penting telah dilakukan, tapi organisasi di belakang aksi ini akan diumumkan setelah penyelidikan diselesaikan," katanya.

Turki, salah satu anggota NATO, menghadapi banyak ancaman keamanan. Sebagai bagian dari koalisi pimpinan AS, Turki memerangi ISIS di negara tetangganya, Suriah dan Irak. Turki juga memerangi anggota PKK di bagian tenggara negaranya, tempat gencatan senjata 2,5 tahun ambruk pada Juli lalu, sehingga memicu kerusuhan terburuk sejak 1990-an.

Pemboman itu terjadi dua hari setelah Kedutaan Besar AS mengeluarkan peringatan bahwa ada keterangan mengenai potensi serangan terhadap gedung pemerintah di Daerah Bahcelievler, Ankara, sekitar satu kilometer dari lokasi ledakan.

Amerika Serikat mengutuk serangan tersebut, dan mengatakan di dalam satu pernyataan Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, "Serangan kejam ini adalah satu dari banyak serangan teror yang dilakukan terhadap rakyat Turki. Amerika Serikat mendukung Turki, sekutunya di dalam NATO dan mitra yang berharga, saat kami menghadapi momok teror."

Menteri Kesehatan Turki Mehmet Muezzinoglu mengatakan 30 di antara korban tewas di lokasi ledakan, sedangkan empat orang lagi meninggal di rumah sakit.

Satu dari dua orang yang tewas adalah penyerang, katanya, sementara 19 dari 125 orang yang cedera berada dalam kondisi kritis.

(C003)

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016