Brussels (ANTARA News) - Perampasan tanah oleh Israel di Tepi Barat menimbulkan pertanyaan atas tekadnya pada penyelesaian dua negara guna mengakhiri sengketa dengan Palestina, kata pernyataan Uni Eropa, Kamis.

Dengan mengulang pernyataan Jerman dan Prancis pada pekan ini, layanan kebijakan luar negeri Uni Eropa mengeluarkan pernyataan langka, yang langsung mengecam Israel atas perampasan terhadap 579.234 hektare tanah di dekat Yerikho.

"Keputusan Israel itu adalah langkah lebih lanjut, yang mengancam merusak kelangsungan hidup negara Palestina masa depan dan oleh karena itu kami mempertanyakan tekad Israel untuk penyelesaian dua negara," kata Uni Eropa dalam pernyataan.

"Setiap keputusan, yang bisa memungkinkan perluasan permukiman lebih lanjut, yang tidak sah berdasarkan atas hukum internasional dan hambatan bagi perdamaian, hanya akan mendorong pada pihak ke dalam sengketa lebih jauh," kata Uni Eropa.

"Uni Eropa tetap tegas menentang kebijakan permukiman Israel dan tindakan yang diambil dalam konteks ini, termasuk penghancuran rumah dan penyitaan, penggusuran, transfer paksa atau pembatasan gerakan dan akses," katanya.

Gerakan Peace Now Israel, yang melacak dan menentang permukiman Israel di wilayah yang direbut dalam perang tahun 1967, mengatakan penyitaan terbaru merepresentasikan perampasan tanah terbesar di Tepi Barat dalam beberapa tahun terakhir.

Israel mengatakan mereka berniat untuk mempertahankan blok permukiman besar di setiap kesepakatan perdamaian di masa depan dengan Palestina. Palestina, yang berusaha untuk mendirikan negara di Tepi Barat dan Jalur Gaza, khawatir perluasan pemukiman akan menggagalkan kelayakan negara mereka.

Pada akhir tahun lalu, Uni Eropa menerbitkan panduan bahwa produk dari pemukiman Israel harus diberi label yang jelas seperti di Eropa. Kebijakan yang dicap diskriminatif oleh Israel.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan bahwa Amerika Serikat berusaha mencari jalan untuk menyingkirkan jalan buntu Israel dengan Palestina, mengetahui bahwa mereka tidak dapat menemukan jalan keluar jika bertindak sendirian.

Dua kali gagal mewujudkan perdamaian Israel dan Palestina, pemerintahan Obama sedang memikirkan cara untuk membantu menjaga prospek solusi dua negara yang semakin terancam, para pejabat Amerika Serikat mengatakan kepada media.

Wilayah Israel dan Palestina telah lama menjadi tempat kekerasan, sebagian dipicu oleh para warga Palestina yang frustrasi akan gagalnya pertemuan damai, pembangunan milik Israel di wilayah yang mereka ingin klaim sebagai bagian dari negaranya dan yang Israel rebut pada Perang Timur Tengah 1967 lalu.

Sejak Oktober, pasukan Israel menewaskan setidak-tidaknya 184 warga Palestina, dengan 124 di antaranya disebut sebagai pelaku serangan. Sebagian besar lain terbunuh saat melakukan unjuk rasa dengan kekerasan, demikian seperti dikutip dari Reuters.

(Uu.G003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016