Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan sikap Istana Kepresidenan yang menolak merevisi  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015  jika justru menjadikan calon perorangan mundur teratur.

"Jangan sampai perubahan itu dimaksudkan untuk menutup atau menghalang-halangi calon dari jalur perorangan," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Apalagi, selama ini menurut dia pemerintah beranggapan UU tersebut sudah cukup baik sehingga tidak perlu ada revisi. 

Namun, jika DPR RI tetap ingin merevisi dengan salah satu poin di dalamnya justru ada revisi yang memperberat syarat bagi calon yang maju dari jalur perorangan, eksekutif, lanjut Pramono, sudah pasti akan menolaknya.

"Tentunya akan dibahas kedua pihak (jika jadi direvisi). Tapi, ya, sikap pemerintah akan seperti itu," ujar Pramono.

Sebelumnya, Komisi II DPR RI mengusulkan persyaratan khusus untuk calon perorangan yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017.

Syarat-syarat itu akan dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan bahwa syarat dukungan KTP bagi calon perorangan sesuai dengan putusan MK adalah 6,5--10 persen dari jumlah pemilih pada pemilu sebelumnya.

Syarat Dukungan

Pro dan kontra memang terus mengemuka ketika rencana revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 kencang berembus.

Sebelum digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), syarat untuk maju dengan jalur perorangan adalah berdasarkan jumlah penduduk.

Adapun syarat dukungan untuk calon dari partai politik (parpol) naik 5 persen menjadi 20 persen dari jumlah suara.

Oleh sebab itu, Komisi II menilai syarat untuk calon perorangan juga harus diperberat agar berimbang.

"Syarat untuk parpol dinaikkan, jadi jomplang (dengan calon perorangan)," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy.

Di sisi lain, KPU mengusulkan penurunan angka persentase syarat dukungan bagi pasangan dari jalur perseorangan.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengatakan bahwa kerja penyelenggara dalam memverifikasi syarat bagi pasangan bakal calon akan lebih mudah kalau pemerintah dan DPR mengakomodasi usulan KPU terkait dengan rencana revisi UU No. 8/2015.

"Tentu otomatis kerja kami akan lebih mudah (untuk memverifikasi syarat dukungan, red.)," ujar Hadar.

Meski mempermudah, usulan perubahan bukan karena penyelenggara merasa kerepotan dalam melakukan verifikasi, melainkan semata-mata demi hasil yang lebih baik bagi demokrasi di Indonesia. 

"Kami tetap siap untuk memverifikasi syarat dukungan perseorangan sesuai dengan persentase yang sekarang masih berlaku. Buktinya, di pilkada lalu kami kerjakan. Hanya saja kami pertimbangkan dalam rangka membuka ruang lebih besar terhadap calon-calon perseorangan," ujarnya.

Menurut Hadar, pihaknya tidak saja mengusulkan pengurangan angka persentase dari sebelumnya 6,5--10 persen menjadi 0,5--3 persen. 

Namun, mengusulkan perubahan persentase tidak lagi dihitung dari jumlah penduduk, tetapi dari daftar pemilih tetap (DPT) yang ada. 

"Dalam hal ini DPT Pemilu Presiden 2014. Kalau menggunakan yang sekarang, penyusunan DPT-nya harus lebih awal lagi. Nanti tahapan jadi lebih panjang dan itu bisa jadi lebih mahal. Oleh karena itu, kami berpandangan cukup kok untuk menggunakan DPT sebelumnya," ujar Hadar.


Oleh Hanni Sofia Soepardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016