Pristina (ANTARA News) - Perdana Menteri Kosovo Isa Mustafa pada Minggu mengatakan bahwa saudara lelaki dan beberapa keponakannya ada di antara puluhan ribu warga Kosovo yang tahun lalu mencoba memasuki Uni Eropa, lari dari kemiskinan dan kekacauan di Tanah Air mereka.

Lebih dari satu juta migran menggunakan yang disebut koridor Balkan menuju Eropa barat tahun lalu, sebelum negara-negara di sepanjang jalur tersebut menutup perbatasan mereka.

Sementara banyak pemberitaan menyampaikan tentang mereka yang melarikan diri dari perang di Suriah dan Irak, tahun lalu Kosovo juga menyaksikan eksodus terbesar sejak perang gerilya melawan penguasa Serbia pada 1998-1999.

Saat memastikan laporan dari kantor berita yang bermarkas di Pristina, Insajderi, Perdana Menteri Isa Mustafa mengatakan bahwa saudara lelakinya, Ragip, berada di antara mereka yang mencoba memasuki Uni Eropa.

"Saya membaca bahwa saudara saya menjadi seorang pencari suaka untuk mendapatkan pertolongan medis. Itu benar adanya," kata Mustafa di akun Facebook-nya.

"Dalam gelombang migrasi ini, saya ingin terbuka kepada Anda, keponakan lelaki dan perempuan saya juga pergi tapi mereka telah kembali sekarang. Ini menunjukkan bahwa anggota keluarga saya juga menghadapi nasib yang sama dengan warga lainnya," kata dia.

Peningkatan jumlah warga Kosovo yang meninggalkan negara mereka menyusul kelonggaran peraturan perjalanan memungkinkan mereka mencapai perbatasan Uni Eropa melalui Serbia, dan bersamaan dengan gejolak politik dan kekacauan di jalanan Kosovo yang dipicu oleh kemiskinan, pengangguran tinggi dan korupsi.

Dalam kurun enam bulan hingga Maret 2015, sekitar 70.000 warga Kosovo mencari suaka di Uni Eropa, lebih banyak dari mereka yang berasal dari negara lain.

Insajderi melaporkan bahwa saudara Mustafa memasuki Uni Eropa melalui Hungaria, sebelum Budapest menutup perbatasannya dengan Serbia akhir tahun lalu.

Ragip Mustafa pertama mendaftar untuk mendapat suaka di Perancis dan membuat permohonan lain pada Juni 2015 ke Jerman menurut laporan Insajderi.

Mustafa mengatakan bahwa saudaranya melakukan operasi akhir tahun lalu di Tirana, ibu kota Albania, untuk kondisi yang dirahasiakan.

"Saat ini dia telah kembali ke Pristina dan kondisinya terus memburuk," kata dia.

Mustafa mengatakan bahwa dia telah berkomitmen untuk meringankan persyaratan visa, menarik investasi asing, membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan pelayanan kesehatan untuk menurunkan jumlah penduduk yang ingin mencari pelayanan kesehatan di luar negeri.

Arus pencari suaka asal Kosovo menurun saat Jerman dan beberapa negara Uni Eropa lainnya mulai memulangkan warga Kosovo ke negara asalnya, menyatakan bahwa mereka tidak memenuhi persyaratan sebagai pengungsi.

Hampir 800.000 warga Kosovo diperkirakan tinggal dan bekerja di Eropa barat, terutama di Swiss dan Jerman, sebagai bagian dari eksodus yang dimulai akhir 1990-an.

Kosovo menyatakan kemerdekaannya pada 2008, namun negara dengan penduduk 1,8 juta jiwa itu masih menjadi salah satu negara termiskin di Eropa.

Sektor kesehatan negara itu memiliki sangat menyedihkan kondisinya dan mereka yang ingin mendapatkan perawatan medis yang lebih baik harus membayar untuk mendapatkan pelayanan swasta di negara itu atau di negara anggota Uni Eropa lainnya, demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.(Uu.Ian/KR-MBR)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016