Ini adalah pengembalian kedua, sebelumnya telah ada pengembalian Rp1,1 miliar. Kedua pengembalian ini terpisah dari uang yang disita saat operasi tangkap tangan sebesar 33 ribu dolar Singapura."
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi V DPR dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti mengembalikan uang sebesar 240 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,28 miliar) kepada penyidik KPK.

"DWP (Damayanti Wisnu Putranti) atas inisiatifnya sendiri mengembalikan uang sebesar 240 ribu dolar Singapura, yang terdiri dari 10 ribu dolar Singapura berjumlah 18 lembar dan sisanya pecahan 1.000 dolar Singapura dan 100 dolar Singapura," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK Jakarta, Senin.

Damayanti adalah tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Ini adalah pengembalian kedua, sebelumnya telah ada pengembalian Rp1,1 miliar. Kedua pengembalian ini terpisah dari uang yang disita saat operasi tangkap tangan sebesar 33 ribu dolar Singapura," tambah Priharsa.

Namun Priharsa tidak menyampaikan dari siapa Damayanti mendapatkan uang tersebut dan apa tujuan pemberian uang itu.

"Kemungkinannya bisa penyuap lain atau proyek lain. Yang bersangkutan terbuka menyampaikan ke penyidik mengenai asal uang, sampai saat ini kami belum bisa menyampaikan," ungkap Priharsa.

Namun Priharsa mengungkapkan Damayanti memang menerima sejumlah uang dan selanjutnya uang tersebut juga diberikan kepada pihak-pihak lain.

"Dari sejumlah penerimaan pernah diberikan ke pihak lain, yang bersangkutan pernah menyampaikan ada beberapa pihak yang menerima uang," jelas Priharsa.

Sehingga KPK pun terbuka dibukanya penyelidikan baru terkait kasus ini.

"Selain dari DWP, ada juga saksi lain yang mengembalikan uang sebesar Rp250 juta atau Rp300 juta yang diserahkan ke penyidik, detailnya akan dicek dulu," ungkap Priharsa.

Selain Damayanti, tersangka lain dalam kasus ini yaitu anggota Komisi V DPR dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto juga pernha mengembalikan uang 305 dolar Singapura, namun Budi mengembalikan uang itu ke Direktorat Gratifikasi pada 1 Februari, namun KPK menilai bahwa uang itu masuk dalam tindak pidana korupsi sehingga disita pada 10 Februari 2016.

KPK dalam perkara ini sudah menetapkan empat tersangka yang seluruhnya sudah ditahan yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto dan dua rekan Damayanti, Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin serta Abdul Khoir.

Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir diketahui mengeluarkan uang 404 ribu dolar Singapura agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR. Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.

Uang tersebut sebesar 99 ribu dolar Singapura diberikan kepada Damayanti Wisnu Putranti melalui dua rekannya Julia Prasetyarini serta Dessy A Edwin.

Sedangkan 305 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto. Budi pernah melaporkan uang tersebut kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari 2016 tapi ditolak karena menyangkut tindak pidana korupsi yang ditangnai KPK.

Abdul Khoir sendiri akan segera disidang sedangkan Budi belum pernah diperiksa KPK sebagai tersangka hingga saat ini.

Damayanti, Budi, Dessy dan Julia disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016