Brussels (ANTARA News) - Polisi Belgia memburu seorang tersangka militan ISIS yang terlihat bersama dua pelaku bom bunuh diri beberapa saat sebelum kedua orang itu meledakkan diri di Bandara Brussels dalam salah satu dari dua serangan teror di ibu kota Belgia yang juga menghajar kereta metro sehingga menewaskan paling sedikit 30 orang dan melukai lebih dari 200 orang itu.

Ledakan yang terjadi Selasa waktu setempat yang diakui dilakukan oleh militan ISIS yang berbasis di Suriah empat hari setelah Brussels menangkap tersangka utama Teror Paris Salah Abdeslam itu menciptakan gelombang kekhawatiran di seluruh Eropa dan seluruh dunia.

Serangan teror itu memicu pengkajian kembali sistem keamanan bandara dan transportasi di seluruh dunia, selain mendorong solidaritas dari seluruh dunia.

"Kami mampu dan kami akan mengalahkan mereka yang mengancam keselamatan dan keamanan rakyat seluruh dunia dunia," kata Presiden AS Barack Obama.

Sedangkan bakal calon utama presiden dari kubu Republik, Donald Trump, meminta para tersangka teror disiksa untuk mencegah serangan serupa.

Polisi Brussels meningkatkan operasi di utara kota itu, dengan menemukan bom lain, sebuah bendera ISIS dan bom kimia di sebuah apartemen di kawasan Schaerbeek.

Media setempat menyebut pihak berwenang telah menjejak sebuah petunjuk dari seorang pengemudi taksi yang diyakini membawa para pembom bunuh diri ke bandara.

Para penyidik mengaku tengah memokuskan perhatian kepada seorang pria bertopi yang tertangkap kamera CCTV tengah mendorong troli berisi koper di bandara itu bersama dua lainnya yang diyakini pelaku bom bunuh diri.

Sebuah bahan peledak yang tidak meledak kemudian ditemukan di bandara itu dan seseorang terlihat berlari menjauhi terminal setelah ledakan itu.

Pihak keamanan meyakini ledakan yang menewaskan paling sedikit 20 orang dalam sebuah kereta metro di sekitar kompleks gedung Uni Eropa kemungkinan besar sebagai persiapan sebelum penangkapan Salah Abdeslam (26) yang dituduh sebagai pelaku utama Serangan Teror Paris  13 November, demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016