Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pengamat dalam diskusi "Kebijakan Ekonomi dan Daya Saing Industri Nasional" di Jakarta, Kamis, berharap pemerintah menuntaskan paket deregulasi guna meningkatkan daya saing dan kinerja ekonomi, termasuk industri.

Diskusi yang diselenggarakan di Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional itu menghadirkan menghadirkan Ir Soleh Rusyadi Maryam MM (Vice President PT Sucofindo) dan Kris Sandhi Soekartiwi MBA (Konsultan ASEAN Economic Center, Kementerian Perdagangan) sebagai pembicara.

Kris Sandhi mengemukakan daya saing menjadi elemen penting di era globalisasi saat ini.

Ia mengubtip pendapat Bank Dunia yang menyebutkan negara-negara di kawasan ASEAN perlu memberikan perhatian yang lebih pada pembangunan daya saing melalui membangun produktivitas yang lebih tinggi disertai investasi pada pendidikan dan pelatihan generasi muda.

Mengenai daya saing Indonesia dalam memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Kris Sandhi mengatakan ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN masih di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Pada tahun 2012, katanya, neraca perdagangan Indonesia dengan ASEAN mengalami defisit 11,9 miliar dollar AS.

Sementara peringkat daya saing Indonesia nomor 50, di bawah Singapura (2), Malaysia (25), Brunei (28), dan Thailand (36), tutur Kris Sandhi.

Menurut dia pemerintah pusat dan daerah perlu membuat kerangka kebijakan nasional yang mendorong daya saing global dan kebijakan daerah yang harmonis-inovatif serta pro pada iklim usaha.

Dunia usaha nasional juga perlu memperkuat strategi pengusahaan domestik dan ekspansi ke wilayah bisnis di ASEAN, ucapnya.

Terkait paket deregulasi yang dilakukan pemerintah selama ini, katanya, deregulasi diperlukan untuk meningkatkan daya saing industri nasional agar dapat bertahan di pasar domestik dan berekspansi di pasar global, khususnya ASEAN.

Ia menilai peningkatan daya saing industri di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, pemerintah harus mengefektifkan paket deregulasi yang sudah dilakukan oleh selama ini.

Kris juga menyoroti sektor jasa penyedia survei yang perlu dukungan pemerintah untuk mempertahankan keunggulan yang diraih selama ini di kawasan ASEAN.

Ia menilai MEA sesungguhnya memberikan peluang yang lebih luas bagi Indonesia karena populasi penduduk produktif yang besar (8 persen dari populasi dunia), pertumbuhan ekonomi ASEAN mencapai 4,7 persen pada 2011, dan memudahkan dalam membentuk "joint venture".


Perindustrian


Soleh Rusyadi Maryam dalam paparannya menyebutkan, sebenarnya Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian sudah memberikan peta jalan untuk meningkatkan daya saing industri nasional, karena di dalam undang-undang itu semua aspek sudah diletakkan landasannya, termasuk keharusan adanya Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN).

Semua pihak harus mengawal PP Nomor 14 tahun 2015 mengenai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.

"RIPIN merupakan acuan lembaga pemerintah nonkementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang perindustrian," tutur Soleh.

Dengan dukungan semua kalangan, termasuk lembaga inspeksi dan pengujian, Soleh optimistis Indonesia masih memiliki peluang meraih keunggulan, khususnya dalam era MEA.

Untuk itu Soleh mengajak semua pihak optimistis dan menyatukan langkah dalam meningkatkan daya saing, khususnya di sektor Industri, dalam memanfaatkan peluang yang terbuka.

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016