Bandarlampung (ANTARA News) - Salah satu pembudidaya kerapu cantik di kawasan Pulau Legundi Lampung Edward Siallagan awalnya adalah atlet ski air di Provinsi Sumatera Utara, namun kemudian beralih profesi menggeluti usaha budi daya kerapu di Teluk Lampung.

Ia memang sejak kecil sudah akrab dengan air, karena tumbuh dan tinggal di Kota Prapat, Sumut, yang lokasinya di pinggiran Danau Toba. Sebagai atlet ski air, ia pernah sekali mewakili Sumut pada PON XI tahun 1985 di Jakarta.

Namun perkenalannya dengan penggemar olahraga ski air Killy Chandra mengubah arah hidupnya menjadi pembudidaya ikan laut. Killy Chandra dikenal sebagai pelopor dan pembina pengembangan kerapu di Provinsi Sumatera Utara.

Setelah diajak terlibat dalam pembudidayaan kerapu di Belawan dan Nias Sumut, ia akhirnya pindah ke Lampung pada 1991 untuk membuka budi daya kerapu di salah satu pulau di kawasan kepulauan Legundi Lampung.

Kepulauan Legundi bisa ditempuh dengan menggunakan perahu dari Pantai Ketapang atau Lempasing, dengan waktu pelayaran mencapai 2 hingga 2,5 jam. Kondisi air laut di kawasan Legundi termasuk relatif bersih dan bebas pencemaran sehingga cocok untuk pembudidayaan ikan kerapu.

Edward yang juga Ketua Forum Kerapu Keramba Jaring Apung Lampung menyebutkan ia dan para pembudidaya lainnya di Teluk Lampung awalnya membudidayakan kerapu bebek dan macan.

Namun, setelah ditemukan kerapu cantik pada 2012 oleh Michael Chandra yang merupakan anak Killy Chandra, mereka akhirnya membudayakan varietas itu secara besar-besaran mulai 2014.

Kerapu cantik merupakan hasil perkawinan silang antara kerapu batik (Epinephelus microdon) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).

Kerapu macan merupakan varietas yang pertumbuhannya cepat, namun rentan penyakit. Tingkat kelangsungan hidup (SR/survival rate) kerapu macan hanya 40 persen. Sementara pertumbuhan kerapu batik tidak cepat, tetapi tahan penyakit sehingga SR-nya mencapai 90 persen.

Meski harga kerapu cantik tak semahal kerapu bebek, namun para pembudidaya kerapu di Teluk Lampung akhirnya memilih kerapu cantik, karena ikan itu lebih tahan terhadap penyakit dan pertumbuhannya termasuk cepat. Selain itu, permintaan atasnya tinggi dari pasar luar negeri, terutama dari Hong Kong karena harganya jauh lebih murah dari kerapu bebek.

Beberapa pembudidaya lainnya, seperti Rudy dan Heryansah, juga akhirnya menjadikan kerapu cantik sebagai ikan yang dibudidayakan di keramba jaring apungnya di perairan Pahawang, Teluk Lampung.

Bibit kerapu cantik itu didatangkan dari Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Harga bibit kerapu cantik termasuk mahal, yakni Rp15.000/ekor.

Selain bagi pengusaha, budi daya kerapu cantik juga menjadi andalan bagi sebagian penduduk Lampung, termasuk yang menghuni pulau-pulau di kawasan Legundi.

Menurut Andi, penduduk Pulau Legundi, ia sudah bekerja 5 tahun sebagai pekerja di keramba jaring apung di kawasan itu.

Ia mendapatkan upah Rp1,7 juta/bulan, di luar biaya makan/minum/penginapan yang ditanggung pemilik keramba.

Ia bersama teman-temannya wajib memberi makan ikan kerapu dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Ikan kerapu juga harus dimandikan dalam air tawar sekali dalam tiga hari untuk membuang jamur dari tubuh ikan tersebut.

"Ikan kerapu diangkut dari keramba, ditimbang dulu beratnya, baru dimasukkan dalam wadah berisi air tawar. Ikan itu akan menggelepar karena berada di air tawar. Setelah ikannya lemas, baru dikembalikan ke keramba," katanya.

Ia menyebutkan "kerapu" wajib dimandikan dengan air tawar agar kondisinya sehat.

"Kalau tak dimandikan teratur, ikan akan sakit karena jamur, dan mati," katanya.

Pekerja keramba lainnya, Alwi, juga menyebutkan dirinya berasal dari Pulau Legundi, dan baru setahun bekerja di keramba jaring apung.

Sebelumnya mereka bekerja sebagai nelayan, dan beralih profesi menjadi pekerja keramba jaring apung.


Pangsa Pasar Besar

Pamor budi daya kerapu di keramba jaring apung (KJA) di Teluk Lampung pada 2013 sempat "hancur" karena faktor pencemaran laut sehingga banyak ikan yang mati, serta anjloknya permintaan dari pasar luar negeri, terutama dari Hong Kong.

"Untuk Lampung, fenomena "red tide" atau meledaknya populasi plankton Alga Cochlodinium Polykrikoides mengakibatkan banyak petambak yang gulung tikar. Kini hanya tersisa 10 pembudidaya kerapu di perairan Ringgung, padahal dulu sempat mencapai 80-100 orang," kata Rudy, salah satu pembudidaya kerapu di Teluk Lampung.

Akibatnya, banyak pengusaha yang bangkrut. Padahal, perlu biaya besar untuk membudidayakan kerapu dalam KJA. Karenanya, masyarakat bermodal kecil sangat sulit untuk menggeluti usaha budi daya kerapu.

Sementara itu, luas perairan Lampung yang dijadikan sebagai lahan budi daya perikanan mencapai 10.600 hektare yang menyebar pada Teluk Lampung, Teluk Semangka, Pantai Timur Lampung dan Pantai Barat Lampung. Penggunaan lahan perairan untuk budi daya ikan kerapu tercatat seluas 681 hektare.

Di Teluk Lampung mulai dari perairan Pantai Lempasing, Mutun, Ringgung, Ketapang, Tanjungputus, Panjang, Tarahan, Pahawang hingga Legundi, terdapat banyak keramba ikan dan pembudidayaan mutiara.

Khusus KJA kerapu, terdapat 2.500 petak yang tersebar di perairan Ringgung, Tanjung Putus, Pulau Pahawang, Legundi, dan Siuncal. Diperkirakan hanya tersisa 30 pengusaha KJA di Teluk Lampung dengan jumlah tebar bibit mencapai 2 juta ekor. Biaya membangun satu petak (5x6 meter) mencapai Rp3 juta.

Meski sudah banyak yang bangkrut, namun minat membudidayakan kerapu tetap tinggi, karena permintaan atas kerapu cantik dari Pasar Hong Kong justru makin besar.

"Pembudi daya kerapu di Tanah Air hanya mampu memenuhi sebagian permintaan tersebut, karena banyak pembudidaya yang telanjur gulung tikar. Sementara ketersediaan bibit kerapu dari Jatim dan Bali juga terbatas," kata Edward.

Meski demikian, mulai 2014 pengusaha KJA di Teluk Lampung berusaha bangkit dengan mengganti jenis ikan yang dibudidayakan, dari kerapu bebek ke kerapu cantik.

Budi daya kerapu cantik ternyata lebih menguntungkan, karena tahan penyakit dan pertumbuhannya tergolong cepat. Selain itu, permintaan atasnya juga tinggi, karena harganya tidak semahal kerapu bebek dan cita rasanya juga tak berbeda jauh.

Meski harga kerapu cantik hanya Rp140 ribu/kg, sedang kerapu bebek mencapai Rp300 ribu/kg, namun budi daya kerapu cantik makin digemari karena lebih menguntungkan.

Sehubungan itu, bermunculan usaha KJA kerapu cantik di Indonesia, seperti di Pangkalan Susu dan Sibolga (Sumut), Padang Sumbar, Babel, Teluk Lampung, Situbondo Jatim dan Bali.

"Namun, saat permintaan tinggi, sementara Singapura, Malaysia serta Vietnam makin masif mengembangkan budi daya kerapu, pemerintah kita justru melarang kapal asing masuk ke wilayah Indonesia untuk mengangkut ikan hasil budi daya, sementara negara kita belum mampu menyediakannya," katanya.

Padahal, kata dia, pihaknya sedang berusaha membangkitkan kembali kesuksesan budi daya kerapu Indonesia dengan kerapu cantik. Pihaknya berusaha mendayagunakan kembali KJA yang sudah terlanjur dibangun.

"Jika kapal asing tetap dilarang mengangkut hasil budi daya, sementara kapal dalam negeri belum ada, kerugiannya besar sekali. Untuk alih usaha, tidak mungkin sehingga terpaksa harus tutup total," kata Edward.

Sehubungan itu, para pembudidaya mengharapkan peran pemerintah melindungi usaha keramba jaring apung (KAJ) di Indonesia, termasuk di Lampung, agar kerapu cantik tetap mrnjadi primadona sebagai penghasil devisa.

Oleh Hisar Sitanggang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016