Surabaya (ANTARA News) - Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia memantau alat komunikasi milik keluarga sepuluh anak buah kapal warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

"Alat komunikasi terus kami monitor untuk mengetahui pergerakan dan mendapat tambahan informasi," ujar Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti kepada wartawan usai Puncak Acara Hari Pers Nasional 2016 dan HUT ke-70 PWI di Gedung Negara Grahadi di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Rabu malam.

Pihaknya juga melacak beberapa nomor telepon yang dihubungi di Indonesia dan diketahui sempat berkomunikasi dengan keluarga korban sandera.

Selain itu, dalam kasus ini Polri juga terus berkoordinasi dengan TNI untuk membebaskan seluruh sandera, sekaligus bekerja sama dengan otoritas di Filipina.

"Kalau mendapat izin maka Polri bisa membantu di sana. Kemudian bersama tim TNI bersinergi karena kapalnya milik TNI," kata mantan Kapolda Jatim tersebut.

Jenderal bintang empat itu mengatakan telah dilakukan pembagian antara TNI dan Polri dalam pembebasan sandera WNI dari kelompok Abu Sayyaf tersebut.

Sebelumnya, Mabes Polri telah siap menerjunkan Detasemen Khusus 88 Antiteror dan Brigade Mobil untuk menyelamatkan sepuluh ABK WNI yang disandera.

Dua kapal berbendara Indonesia yang mengangkut tujuh ribu ton batu bara dibajak di perairan Filipina pada 26 Maret 2016.

Pembajakan kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 itu terjadi saat dalam perjalanan dari Sungai Puting di Kalimantan Selatan ke Batangas di Filipina Selatan.

Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan berada di tangan otoritas Filipina, namun kapal Anand 12 dan 10 awak kapal masih ditawan pembajak.

Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016