Geneina, Sudan (ANTARA News) - Presiden Sudan Omar Al-Bashir pada Sabtu (2/4) mengumumkan rencana untuk mengumpulkan senjata dari warga di Darfur, dan menyatakan senjata hanya boleh dipegang oleh pasukan rutin.

"Senjata boleh dipegang hanya oleh pasukan reguler dan tentara," kata Al-Bashir ketika ia berpidato dalam pertemuan terbuka di Geneina, Ibu Kota Negara Darfur Barat.

Ia mengatakan senjata tersebut akan dikumpulkan dalam dua tahap, pertama melalui pemberian ganti rugi keuangan untuk setiap senjata dan, kedua, melalui peraturan wajib dan hukuman bagi pelanggar.

Al-Bashir juga menyampaikan ketidak-kesediaan negaranya bagi kehadiran organisasi internasional di Darfur, dan mengatakan, "Kami tak lagi menginginkan keberadaan organisasi. Kami lah yang mendukung dan membantu warga, bukan dibantu."

Pada Jumat (1/4), Presiden Sudan tersebut memulai kunjungan ke lima negara bagian di Darfur, hanya beberapa hari sebelum referendum.

Kunjungan Al-Bashir ke Wilayah Darfur adalah yang pertama sejak pemilihan umum pada April 2015, ketika ia melakukan kunjungan serupa ke wilayah itu.

Ia dijadwalkan berpidato pada pertemuan terbuka di ibu kota kelima negara bagian di wilayah tersebut, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad. Ia juga direncanakan bertemu dengan pemimpin suku dan politik selain wakil dari berbagai sektor dan organisasi masyarakat sipil.

Gerilyawan pemberontak utama di Darfur menolak referendum kecuali Khartoum memenuhi tuntutan lain, termasuk mencapai kesepakatan politik dengan kelompok bersenjata di wilayah itu dan membayar ganti rugi buat orang yang terkena dampak konflik tersebut.

Pemerintah Sudan menekankan referendum adalah hak konstitusional yang harus dilaksanakan menurut Kesepakatan Perdamaian Abuja, yang ditandatangani Khartoum dengan Gerakan Pembebasan Sudan (SLM)/Minni Minnawi pada 2006.

Dokumen Doha bagi Perdamaian di Darfur, yang ditandatangani antara pemerintah dan Gerakan Keadilan dan Pembebasan pada 2011, menetapkan pelaksanaan referendum di Darfur, dan hasilnya akan dimasukkan ke dalam undang-undang dasar permanen negeri tersebut.

Menurut kesepakatan itu, jika rakyat Darfur memberi suara bagi bergabungnya negara bagian tersebut menjadi satu wilayah, pemerintahan peralihan wilayah Darfur (TDRA) mesti membentuk komite konstitusional untuk menentukan kekuasaan pemerintah regional Darfur.

Namun, jika rakyat Darfur memberi suara untuk menentang pilihan satu wilayah, kesepakatan tersebut menetapkan bahwa pemerintah lima negara bagian saat ini dan TDRA harus dibubarkan.

(Uu.C003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016