"Jika Anda punya semangat, punya mimpi, Anda berarti belum tua," kata Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani suatu saat.

Kelahiran 11 Mei 1942 itu mementahkan pesimisme  banyak orang yang menganggapnya terlalu tua untuk maju dalam Pilkada Kepri 2015.

Sani,  yang senang disapa "Ayah" mengatakan usia hanyalah angka, yang terpenting adalah semangat dan kerja keras untuk mewujudkan mimpi.

Jauh sebelum rencana tol laut mengemuka, Sani sudah memikirkan cara menyatukan pulau-pulau dengan transportasi handal.

"Konektifitas" adalah kata yang tidak pernah hilang dari setiap ceramahnya, setiap kata sambutannya dalam acara-acara besar maupun kecil.

Bandara Raja Haji Fisabilillah di Tanjungpinang, pelabuhan-pelabuhan di pulau-pulau kecil di Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas, interkoneksi listrik Batam-Bintan dan sejumlah kapal perintis yang melayari Kepri adalah bukti bahwa Sani berhasil mewujudkan mimpinya.

Gubernur Kepri yang merupakan anak H Subakir dan Hj Tumirah, keluarga pekebun kopi, rambutan dan pinang itu, berangkat ke Jakarta untuk menghadiri pertemuan para kepala daerah dengan Presiden Joko Widodo di istana pada Jumat (8/4).

Dia tidak ingin mengecewakan banyak pihak.

Suami dari Aisyah itu harus menyerah. Sesaat tiba di istana, sakitnya bertambah parah sehingga harus dilarikan ke RS Abdi Waluyo hingga ajal menjemputnya di usia 74 tahun.

Untung Sabut
Sani memulai karier sebagai pegawai rendahan di Kecamatan Bintan Timur kemudian menjadi camat, bupati, hingga gubernur dua periode.

Kakek enam cucu itu menganggap hidupnya penuh dengan keberuntungan. Bagai Untung Sabut, sesuai dengan judul biografinya yang diluncurkan 15 Mei 2011.

Untung sabut bermakna tidak ada orang yang dapat menghindar dari takdir, dan manusia mau tidak mau harus akur dengan takdir.

Sani lahir dari keluarga tergolong miskin di Parit Mangkil, Desa Sungai Ungar, Tanjungbatu Kuncur, Karimun, Kepulauan Riau pada 11 Mei 1942.

Dalam peluncuran buku, sekira lima tahun lalu itu, Sani menjabarkan keberuntungan demi keberuntungan yang dialaminya.

Misalnya saja, saat patah semangat karena tidak mampu membayar uang sekolah, seorang guru ilmu ukur sudut (matematika), Simanjuntak, datang ke rumah dan membujuk supaya sekolah lagi tanpa dipungut biaya.

Semasa hidupnya, Sani menduduki banyak jabatan, antara lain

Camat Mandau (1973-1976), Kabag Personalia Kantor Wali Kota Pekanbaru (1976-1978), menyelesaikan studi kesarjanaan di Institut Ilmu Pemerintahan, Jakarta (1978-1980) kemudian menjadi Camat Bintan Timur (1980-1982), Wali Kota Tanjungpinang (1985-1993), Sekretaris Daerah Kodya Batam (1996-1999), Bupati Karimun (2001-2005), Wagub Kepri (2005-2010).

Anggota DPRD Kepri Surya Makmur Nasution mengenang Muhammad Sani sebagai pemimpin yang sederhana dan baik.

"Saya mengenal almarhum ketika menjabat Bupati Karimun. Sikapnya tegas dalam mengambil keputusan dan berkomitmen untuk kesejahteraan masyarakat Kepri, khususnya rakyat di pulau-pulau," katanya.

Salah satu bukti kerja kerasnya adalah penyediaan kapal perintis untuk menghubungkan antar pulau dan pembangunan energi listrik yang menghubungkan Batam-Bintan, kata Surya.

Oleh Yunianti Jannatun Naim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016