Mereka belum tahu apa itu gotong royong."
Bantul (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengatakan, masyarakat dunia mengakui kecepatan proses rehabilitasi dan rekonstruksi infrastrukur yang rusak pascagempa bumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006.

"Alhamdulillah, dalam dua tahun selesai, dan dunia mengakui bahwa bencana yang paling cepat dalam merehabilitasi dan merekonstruksi itu peristiwa gempa Yogyakarta," kata Sultan di sela-sela meninjau patahan Opak di Desa Srihardono Pundong, Kabupaten Bantul, Sabtu.

Menurut Sultan, gempa bumi berkekuatan 5,9 SR pada tahun 2006 telah mengakibatkan ratusan ribu rumah rusak dan ribuan korban jiwa, namun pemerintah daerah berhasil membangun sekitar 173.000 rumah baru yang diselesaikan selama dua tahun karena masyarakatnya semangat.

"Karena itu pula, banyak pihak yang mengundang kami untuk memberi penjelasan mengapa bisa cepat karena bagi orang asing yang belum pernah datang ke Indonesia akan bertanya-tanya," katanya.

Sultan mengatakan, cepatnya penanganan dampak gempa bumi 2006 karena mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak terkait, terutama masyarakat yang bisa bangkit meski menjadi korban gempa, misalnya kehilangan harta benda, maupun anggota keluarga.

"Warga masyarakat gotong royong membangun rumah meski rumahnya sendiri belum dibangun, dan itu bagi orang asing karena tidak diberi upah dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM). Mereka belum tahu apa itu gotong royong," katanya.

Sultan juga menyinggung peristiwa erupsi Merapi pada 2010 yang sempat melumpuhkan perekonomian di berbagai sektor, namun demikian hal itu tidak menyurutkan warga Yogyakarta untuk semangat bangkit, seperti halnya masyarakat yang menjadi korban gempa bumi.

"Semoga harapan saya kepada warga Yogyakarta mempunyai kekuatan dan juga kebersamaan. Saya harap tetap guyub rukun karena dengan peristiwa gempa bumi 2006 akan selalu mengingatkan kita pentingnya kebersamaan untuk bangkit," demikian Sultan HB X.

Pewarta: Heri Sidik
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016