Samarinda (ANTARA News) - Organisasi nasional yang peduli terhadap keberadaan satwa endemik orangutan, Centre for Orangutan Protection (COP), mendesak BKSDA Provinsi Kalimantan Timur segera bertindak menyelamatkan orangutan yang terjebak di kawasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Timur.

"Kami mendesak BKSDA Kaltim segera mengambil langkah yang diperlukan sebab kondisi orangutan yang berada di kawasan hutan yang terfragmentasi itu sudah sangat terancam," kata Direktur COP Ramadhani saat dihubungi dari Samarinda, Selasa.

Pernyataan tersebut disampaikan Ramadhani menyusul belum adanya respon positif dari pihak perusahaan terkait upaya penyelamatan terhadap orangutan yang terjebak di hutan yang terfragmentasi oleh kawasan perkebunan kepala sawit milik PT AE di Kabupaten Kutai Timur.

COP, kata Ramadhani, juga sangat menyayangkan singkatnya waktu pengecekan terhadap orangutan terjebak di kawasan perkebunan milik PT AE tersebut.

"Pada 20 sampai 21 Maret 2016, bersama BKSDA dan PT AE dilakukan pengecekan di lokasi orangutan terjebak tersebut. Namun, saat itu hanya ditemukan sarang dan tidak ditemukan adanya orangutan," ujarnya.

"Tentu, waktu pengecekan selama dua hari itu sangat singkat, sebab idealnya untuk melakukan pengecekan dibutuhkan waktu minimal satu hingga dua minggu," tutur Ramadhani.

Pada 16 April 2016, COP kembali menemukan dua individu orangutan, satu di antaranya adalah anak orangutan di sebuah sarang lama dan satu individu berjalan pada areal perkebunan sawit.

"Lokasi tempat ditemukan kedua orangutan tersebut merupakan kawasan hutan yang sudah sangat terfragmentasi. Hutan yang terfagmentasi tersebut nampak dalam proses dibabat dan dibakar, sehingga orangutan akan semakin terdesak karena ruang hidupnya semakin sempit," katanya.

"Mereka bisa mati kelaparan, tewas dibunuh pekerja sawit karena dianggap hama, dibunuh masyarakat setempat karena dianggap membahayakan keselamatan dan atau dibunuh pemburu tradisional untuk dimakan atau diambil bayinya untuk dijual," jelas Ramadhani.

Pewarta: Amirullah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016