Sabtu 23 April,  pesawat Emirates yang antara lain membawa empat wartawan dari Indonesia termasuk Antara mendarat di Bandara Internasional Beirut, Lebanon.

Sejak perang melanda Suriah, tidak ada penerbangan internasional langsung dari Jakarta ke Suriah. Rombongan kami harus melanjutkan perjalanan darat dari Beirut Lebanon ke Damaskus Suriah.

Staf Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beirut maupun Damaskus menyambut kami dan selanjutnya rombongan memulai perjalanan darat menuju Masnaa, pintu perbatasan di jalur antara Damaskus dan Beirut.

Selama perjalanan ke Masnaa, kami disuguhi pemandangan Lembah Beqaa atau Wadi-I-Biqa, letaknya kira-kira 30 kilometer dari ibu negara Lebanon, Beirut.

Lembah itu pemandangannya indah dengan  Bukit Faour yang beriklim yang sejuk.

Kepala Pelaksana Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Damaskus A.M. Sidqi mengatakan bahwa Lembah Beqaa itu diincar oleh Israel karena memiliki tanah yang subur dan beriklim sejuk.

"Di lembah ini terdapat kebun anggur dengan kualitas terbaik," katanya.

Ia mengatakan bahwa sepanjang lembah tersebut terdapat pos-pos militer Lebanon untuk menjaga daerah tersebut.

Satu demi satu pos militer kami lalui dan setelah tiga jam perjalanan, Antara tiba di gerbang Masnaa, di situ puluhan mobil terparkir di pinggir kantor pemeriksaan imigrasi.

Puluhan orang yang mengantre di jalur pemeriksaan dokumen paspor.

"Mohon maaf tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar, ya, teman-teman karena sudah aturan dari pemerintah setempat," ucap Sidqi saat memberikan arahan kepada wartawan.

Rombongan turun untuk melakukan pemeriksaan imigrasi yang memakan waktu sekitar 20 menit.

Dalam pemeriksaan tersebut, setiap dokumen seperti surat perizinan maupun paspor diperiksa teliti oleh tentara Lebanon.

Setelah pemeriksaan tersebut, Antara bersama rombongan menuju ke pintu gerbang utama.

"Assalamualaikum, selamat datang, dari mana Anda," sapa seorang tentara Lebanon dalam bahasa Arab kepada staf KBRI Damaskus.

Dengan menunjukkan surat diplomatik, tentara itu mempersilakan rombongan untuk melewati pintu utama.

Setelah melewati Masnaa, Antara menyusuri zona demiliterisasi yang berjarak 5 kilometer dari pintu perbatasan Lebanon sampai Suriah.

"Sepanjang zona tersebut masing-masing negara tidak memperkenankan adanya aktivitas militer," ujar Sidqi.

Biasanya wilayah ini berfungsi untuk melindungi wilayah yang memiliki keanekaragaman satwa dan tumbuhan, atau tergantung pada isi perjanjian damai, gencatan senjata, atau perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.

Kira-kira berselang 10 menit, Antara tiba di pintu perbatasan Suriah yang terletak di wilayah Judaidah Yabuz.

Pintu perbatasan tersebut berjarak 45 kilometer dari kota Damaskus, Suriah.

Di pos tersebut, terpampang poster Presiden Suriah Bashar al-Assad yang berukuran kira-kira 5 x 7 meter.

Di pintu perbatasan, puluhan tentara Suriah berjaga-jaga dengan menenteng AK-47, senapan serbu yang diproduksi oleh Rusia.

Antara tertahan selama 20 menit di pintu perbatasan karena harus melewati pemeriksaan dokumen, seperti paspor dan surat perizinan.

Setelah pemeriksaan itu, rombongan diizinkan melewati pintu perbatasan dan mulai menyusuri wilayah eksotis Suriah di tengah konflik tak berujung.

Bangunan rumah maupun gedung yang sengaja ditinggalkan pemiliknya di pinggiran kota Damaskus menyuguhkan kisah pilu masyarakat Suriah akibat perang yang melanda negeri ini.

"Mereka terpaksa meninggalkan rumahnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Kondisi perekonomian Suriah, stabilitas politik, maupun keamanan yang tidak stabil memaksa sebagian masyarakat Suriah meninggalkan tanah airnya," kata Sidqi.

Sebagian masyarakat Suriah memilih untuk tinggal Jerman karena negara tersebut menawarkan kehidupan yang lebih baik. Negara tersebut mempunyai perekonomian paling kuat di wilayah Eropa.

Di sepanjang pinggiran kota Damaskus, terdapat pos pemeriksaan militer dan puluhan tentara yang berjaga.

"Inilah perkembangan terakhir situasi negeri ini. Di sepanjang pinggiran maupun di dalam kota Damaskus terdapat banyak pos pemeriksaan militer. Para tentara berjaga-jaga di lokasi-lokasi strategis kota Damaskus," kata Sidqi.

Selang 20 menit kemudian, rombongan tiba di KBRI Damaskus yang terletak di Mazeh Timur.

Kota Damaskus berada di tengah-tengah antara tiga benua, yaitu Benua Asia, Eropa, dan Afrika, serta diapit empat negara, yaitu Turki di Utara, Irak di Timur, Jordan di Selatan, dan Libanon di Barat.

Musafir Muslim Spanyol abad ke-12 Masehi, Ibn Jubair mengibaratkan Damaskus sebagai "Paradise in the Earth" Surga yang berada di daratan Bumi.

"If paradise be on earth, it is with out a doubt, Damascus, but if it be in heaven, Damascus is its counterpart on earth," ucap Ibn Jubair saat melukiskan kota Damaskus.

Damaskus mempunyai sejuta pesona karena menawarkan pemandangan kota yang menghadap ke Gunung Qasyum.

Rumah-rumah serta pemancar televisi dibangun di pinggiran tebing gunung yang menambah eksotis kota tertua itu.

Kaum wanita berbusana panjang hitam dengan tutup kepala yang diapit dengan kacamata hitam memperlihatkan masyarakat yang modern.

"Susah sekali menemukan wanita jelek di Damaskus. Semuanya cantik-cantik semua. Paras mereka yang manis, kulit putih bersih, serta tinggi semampai menjadikan mereka layaknya model. Begitupun dengan pria Damaskus, mereka juga seperti model," kata salah seorang wartawan dari media swasta.

Wanita berbaju panjang hitam serta berjilbab berdampingan dengan wanita berpakaian modis merupakan pemandangan sehari-hari yang dijumpai oleh Antara.

Meskipun dalam keadaan konflik, banyak salon-salon kecantikan serta toko-toko kecil yang tetap menjual barangnya.

Warga Damaskus Samer Dahy mengatakan bahwa masyarakat di kota ini tetap beraktivitas sehari-hari meskipun negara dalam keadaan konflik.

"Kamu bisa melihat anak-anak bermain di taman, pria maupun perempuan bersantai di kafe yang berada di pinggir jalan. Semuanya berjalan normal dan menjalankan aktivitas sehari-hari," ujar Samer.

Bagi Samer, meskipun sebagian kota Damaskus hancur diluluhlantakkan oleh serangan mortir, masyarakat terus melanjutkan kehidupan, menata dan membangun kembali kota tertua di dunia itu.

"Mereka bisa meluluhlantakkan kota kami, tetapi mereka tidak bisa menghancurkan dan memadamkan semangat kami," ujarnya.

Oleh Azis Kurmala
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016