Setelah rapat paripurna pembukaan masa sidang pada 17 Mei, kita akan memulai rapat, apakah pada malam hari tanggal 17 atau 18,"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dan Komisi XI DPR RI sepakat untuk memulai pembahasan RUU Pengampunan Pajak pada masa sidang berikutnya, yang menurut rencana dimulai pada 17 Mei 2016.

"Setelah rapat paripurna pembukaan masa sidang pada 17 Mei, kita akan memulai rapat, apakah pada malam hari tanggal 17 atau 18," kata Ketua Komisi XI DPR RI Ahmadi Noor Supit seusai rapat kerja dengan pemerintah di Jakarta, Kamis malam.

Dalam rapat kerja pembentukan rapat panitia kerja (panja) untuk membahas kelanjutan RUU Pengampunan Pajak ikut hadir Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Ahmadi mengatakan dalam masa reses yang berlaku mulai 29 April 2016, seluruh fraksi akan melakukan rapat internal dan sekretariat akan melakukan kompilasi dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU ini yang diajukan fraksi di Komisi XI.

Setelah itu, rapat Panja yang dipimpin oleh perwakilan pemerintah dan DPR RI yaitu Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Wakil Ketua Komisi XI Soepriyatno segera dimulai pada pembukaan masa sidang untuk membahas beberapa pasal yang krusial.

"Mudah-mudahan dari 27 pasal itu tidak terlalu banyak pasal yang krusial, artinya sebagian besar pasal itu barangkali tidak dipermasalahkan, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk membahas RUU ini tidak banyak," kata Ahmadi.

Ahmadi mengharapkan tidak ada persoalan lagi yang mengganjal dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak, sehingga pemerintah tidak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menerapkan kebijakan "tax amnesty".

"Ini prosesnya masih berjalan, dan kalau pemerintah masih mengajukan, semestinya tidak ada alasan kuat untuk mengajukan sesuatu selain daripada RUU ini," ujar politisi Partai Golkar ini.

Ketua Panja RUU Pengampunan Pajak Soepriyatno mengharapkan pembahasan RUU ini bisa berlangsung dengan baik, termasuk dalam memutuskan tarif pajak dari dana repatirasi para WNI di luar negeri.

"Pada prinsipnya tarif ini harus berkeadilan, tapi jangan sampai negara rugi dengan pengenaan tarif. Yang penting adalah tujuan berkeadilan dan repatriasi bisa berhasil, karena ini susah, berkeadilan tapi repatriasi berhasil," kata politisi Fraksi Partai Gerindra ini.

Selain itu, ia mengharapkan dana repatriasi yang masuk dari kebijakan pengampunan pajak minimal mencapai Rp2.000 triliun hingga Desember 2016, sehingga dampaknya bisa bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.

Namun, dalam jangka panjang, Soepriyatno menegaskan kebijakan ini lebih bermanfaat dalam meningkatkan kepatuhan para wajib pajak, menambah basis data para wajib pajak serta mendorong potensi penerimaan pajak.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016