Jakarta (ANTARA News) - Aktris Dinda Kanya Dewi mengaku ketagihan berperan dalam pertunjukan monolog, karena baginya, menyenangkan berada di atas panggung sendirian dengan dialog yang harus dipertanggung jawabkannya sendirian pula.

"Karena punya tingkat kesulitan yang berbeda dibanding yang lain. Kita bermain sendiri, punya tanggung jawab sendiri di atas panggung dan itu menyenangkan sekali," kata kelahiran Balikpapan, 5 Februari 1987 tersebut.

Menurut Dinda, berperan dalam monolog cukup memutar otak, karena ketika terjadi kekeliruan atau kekurangan dialog, sang aktris harus mencari cara agar dialog tersebut tetap disampaikan, kendati para penonton tak menyadarinya.

"Apalagi kalau dialognya penting, nah gimana caranya kita sampein ke bagian lain. Kalau salah kan penonton engga tahu juga, paling sutradara yang tahu. Tapi tetap harus sampai ke pononton," tukas pemeran Mischa dalam Cinta Fitri tersebut.

Di hari buruh, Dinda kebagian bermonolog sebagai Titik Dewanti Sari, seorang manajer Sumber Daya Manusia (SDM) sebuah pabrik garmen, yang memperjuangkan kesejahteraan para buruhnya.

Namun, perjuangan Titik tercekal kebijakan pabrik yang kerap memeras tenaga buruh namun mengesampingkan kesejahteraannya.

Kemudian Titik menempuh segala cara, termasuk menjadi selingkuhan bos besar di pabrik tersebut, demi mencapai keinginan untuk mensejahterakan buruh.

Dari perannya tersebut, Dinda mengaku belajar bagaimana seseorang berjuang mewujudkan cita-citanya untuk kebaikan orang lain.

"Setiap orang itu punya caranya masing-masing mewujudkan apa yang mereka inginkan. Untuk Titik yang aku perankan, dia memang berjuang untuk kebaikan orang lain, ya meskipun aku tidak sepakat dengan caranya," seloroh Dinda.

Dinda hanya butuh satu bulan latihan dan menghapal dialog untuk monolog yang disutradarai Wawan Sofwan tersebut.

Setelah monolog keduanya di Galeri Indonesia Kaya ini, Dinda berharap bisa bermonolog lagi ke depannya, dengan peran yang lebih menantang dan panggung yang lebib besar.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016