Semarang (ANTARA News) - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tetap mengedepankan soft approach atau pendekatan lunak dalam menanggulangi terorisme.

"Soft approach kami kedepankan, bukan hard approach. Hard approach baru kami lakukan ketika ada kejadian, seperti di Thamrin waktu itu," katanya, usai menghadiri acara Halaqah Fiqih Antiterorisme di Semarang, Selasa.

Menurut dia, penanganan terorisme memerlukan pendekatan yang bersifat holistik dan tidak bisa dilakukan sendiri karena berkaitan dengan berbagai faktor, termasuk kesenjangan ekonomi dan ketidak adilan.

Purnawirawan jenderal bintang empat itu mengakui pengaruh kedua faktor itu, yakni kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan terhadap lahirnya berbagai persoalan bangsa, termasuk terorisme dan radikalisme.

"Faktor ketidakadilan bisa membuat apapun di zaman apapun. Apakah terorisme, radikalisme, dan sebagainya. Demikian juga faktor ekonomi, salah satunya adanya kesenjangan pendapatan dan kemiskinan," katanya.

Maka dari itu, mantan Duta Besar RI untuk Singapura itu mengingatkan pentingnya pemerintah untuk terus mengurangi rasio gini atau ketimpangan ekonomi, termasuk dengan program kucuran Dana Desa.

Luhut menyebutkan rasio gini selama lima tahun terakhir memang memburuk dari angka 0,35 sampai 0,41, tetapi dengan berbagai program pada pemerintahan Joko Widodo ditargetkan terus menurun menjadi 0,34.

"Program-program pemerintah ini penting, Bukan pertumbuhan ekonomi saja, tetapi pemerataan ekonomi," katanya.

Mengenai kaitan terorisme dengan agama, Luhut mengatakan Islam membawa kedamaian dan kasih sayang ke dunia, bukan membawa kebrutalan sebagaimana yang ditampakkan kelompok bersenjata ISIS.

"Banyak masyarakat yang mungkin belum paham. Islam penuh rahman, bukan seperti ISIS. Ini harus dijelaskan," katanya.

Berbicara mengenai keislaman, Luhut mengaku mendapatkan banyak pelajaran dari dua tokoh yang merupakan sahabatnya, yakni KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari NU dan Dr Moeslim Abdurrahman dari Muhammadiyah.

"Keduanya sudah tiada. Namun, dengan kedua sahabat saya ini, kami banyak waktu melakukan diskusi. Banyak nilai yang saya tangkap tentang Islam. Islam itu penuh rahman, bukan seperti ISIS," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016