Beijing (ANTARA News) - China mendesak rakyat Amerika Serikat untuk menggunakan pikiran rasional dan objektif mengenai hubungan kedua negara, setelah bakal calon presiden utama dari Republik Donald Trump menjadi hampir pasti calon presiden dari partai ini.

Trump mengusulkan bea tarif untuk produk impor China dinaikkan sampai 45 persen sembari menuduh China sedang melancarkan perang ekonomi melawan AS dengan merampas lapangan kerja warga AS.

Minggu pekan lalu dia menyebut defisit perdagangan AS dengan China, sebagai pemerkosaan. China adalah mitra dagang terbesar AS.

Ketika ditanya apakah China mengkhawatirkan kemungkinan Trump menjadi presiden AS setelah menang di Indiana dan pesaing utama dia Ted Cruz mundur, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mengatakan Pemilu adalah masalah dalam negeri yang tidak bisa dia komentari.

"Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa esensi kerja sama perdagangan dan bisnis China-AS adalah saling menguntungkan dan 'win-win' (sama-sama menang), dan selaras dengan kepentingan kedua belah pihak," kata Hong.

"Kami berharap rakyat dari semua kalangan bisa memandang secara rasional dan objektif hubungan ini," kata dia tanpa menjelaskan lebih jauh.

Para pejabat China umumnya menolak mengkritik Trump secara langsung, kendati pernah melancarkan kritik tidak langsung terhadap komentar Trump soal pelarangan warga muslim masuk AS dan saat Trump menuduh China mencuri lapangan kerja warga AS.

Bulan lalu Menteri Keuangan Lou Jiwei mengkritik Trump dengan menyebut dia "jenis yang irasional" menyangkut proposal tarif impor untuk barang-barang China.

AS mengalami defisit perdagangan 366 miliar dolar AS dengan China pada 2015, naik 343 miliar dolar AS pada 2014 -, dan angka defisit ini adalah ketidakseimbangan perdagangan terbesar dibandingkan dengan negara mana pun.

Maret silam tabloid Global Times menuduh Trump rasis sembari mengingatkan bahwa ekstremis-ekstremis seperti Benito Mussolini dan Adolf Hitler juga naik berkuasa lewat Pemilu.

Sementara itu, menanggapi kemenangan Trump pada Pemilihan Pendahuluan Rabu kemarin, kantor berita Xinhua menggarisbawahi bahwa dia bisa mengalahkan calon presiden Demokrat Hillary Clinton jika dia mengendurkan retorika eksplosifnya.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016