Amman/Beirut (ANTARA News) - Serangan udara ke satu kamp tempat tinggal warga Suriah yang mengungsi akibat perang menewaskan sedikitnya 28 orang, dan pertempuran masih berkecamuk di bagian-bagian Suriah Utara meski ada kesepakatan gencatan senjata di kota Aleppo.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusian menyatakan bahwa di antara korban yang meninggal ada perempuan dan anak-anak, dan jumlah korban jiwa akibat serangan udara yang menghantam kamp pengungsi di dekat kota Sarmada itu tampaknya bisa bertambah.

Rekaman yang dibagikan di media sosial menunjukkan para petugas penyelamat berusaha memadamkan api yang masih membakar bingkai tenda yang hangus, yang dipancangkan di area berlumpur.

Asap putih mengepul dari abu yang masih bernyala, dan jasad yang terbakar dan berdarah terlihat dalam rekaman tersebut.

"Ada dua serangan udara yang menghantam kamp sementara untuk orang-orang yang mengungsi dari daerah pertempuran di bagian selatan Aleppo dan Palmyra," kata Abu Ibrahim al-Sarmadi, seorang aktivis dari kota di dekatnya, Atmeh, kepada orang-orang di dekat kamp itu.

Nidal Abdul Qader, pejabat badan bantuan sipil oposisi yang tinggal sekitar satu kilometer dari kamp, mengatakan sekitar 50 tenda dan satu sekolah terbakar.

Kepala Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Stephen O'Brien mengatakan dia ngeri dan muak melihat apa yang terjadi dan menyeru penyelidikan atas kejadian itu.

"Jika serangan ini terbukti sengaja menyasar struktur sipil, ini bisa menjadi kejahatan perang," kata O'Brien dalam satu pernyataan.

"Saya menyeru penyelidikan independen dan berimbang segera terhadap kejadian mematikan ini," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.

Gedung Putih menyatakan korban serangan itu adalah warga sipil tak berdosa yang meninggalkan rumah mereka untuk menghindari kekerasan.

Sarmada membentang sekitar 30 kilometer di barat Aleppo, tempat gencatan senjata yang diperantarai oleh Rusia dan PBB diterapkan mulai Kamis.

Namun pertempuran masih terjadi di dekatnya dan Presiden Bashar al-Assad mengatakan dalam satu telegram ke Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa tentaranya tidak akan menerima apapun kecuali "memperoleh kemenangan akhir" dan "menumpas serangan" para pemberontak di Aleppo menurut media pemerintah.

"Kami menyeru Rusia segera mengatasi pernyataan yang sepenuhnya tidak bisa diterima ini," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Mark Toner.

"Ini jelas upaya Assad untuk mendorong agendanya, tapi adalah kewajiban bagi Rusia untuk menggunakan pengaruhnya ke rejim itu guna menjaga genjatan senjata," katanya.


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016