Salah satu yang menjadi masalah, disebutkan bahwa seluruh pengguna itu boleh melakukan importasi, namun tidak boleh dijual. Aturan tersebut dinilai rancu karena impor garam menjadi bisa dilakukan oleh banyak pintu, seharusnya ... satu pintu saja."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dinilai perlu membenahi kebijakan impor garam khususnya untuk garam industri, setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam beberapa waktu lalu.

"Pemerintah wajib melindungi semua, harus dicarikan solusi yang baik dimana sektor industri bisa berjalan dan rakyat juga bisa jalan," kata Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Budiono, di Jakarta, Senin.

Dalam ketentuan yang ditandatangani pada 29 Desember 2015 itu, disebutkan bahwa garam industri dapat diimpor oleh perusahaan pemilik Angka Pengenal importir Produsen (API-P). Selain itu, lanjut Achmad, para importir garam industri dilarang untuk memperdagangkan dan atau memindahtangankan garam industri yang telah diimpor kepada pihak lainnya.

"Salah satu yang menjadi masalah, disebutkan bahwa seluruh pengguna itu boleh melakukan importasi, namun tidak boleh dijual. Aturan tersebut dinilai rancu karena impor garam menjadi bisa dilakukan oleh banyak pintu, seharusnya impor garam itu dilakukan oleh satu pintu saja," kata Achmad.

Kondisi tersebut, lanjut Achmad, menimbulkan masalah bagi pengguna garam industri yang jumlahnya tidak banyak. Achmad menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan beberapa usulan untuk membenahi permasalahan tersebut.

"Yang menjadi masalah itu, ada pengguna garam yang jumlahnya tidak banyak. Mereka juga tidak mungkin menciptakan divisi impor sendiri, mereka lebih menyukai mekanisme IT (Importir Terdaftar). IT sebaiknya tetap diberlakukan untuk mengakomodir pengguna garam industri yang jumlahnya kecil," ujar Achmad.

Selain itu, Achmad menambahkan, pemerintah diharapkan bisa menghentikan impor garam industri untuk aneka pangan, karena sesungguhnya untuk kebutuhan industri tersebut masih bisa disuplai dari dalam negeri,

"Stop impor untuk aneka pangan, dan masukkan aneka pangan ke kluser konsumsi bukan industri. Dahulu, kebutuhan industri aneka pangan sudah bisa dipenuhi dari lokal," ujar Achmad.

Menurut Achmad, masuknya industri aneka pangan ke dalam kluster pengguna garam industri terjadi pada saat maraknya importasi garam industri. Padahal, garam lokal sesungguhnya bisa menyuplai kebutuhan tersebut. Saat ini, sebanyak 80 persen garam rakyat terserap oleh pabrik-pabrik pengolahan garam di dalam negeri dan bisa disalurkan ke industri aneka pangan.

"Jika Permendag 125/2015 itu berjalan, maka garam yang ada di dalam negeri itu tidak akan dibeli oleh industri aneka pangan karena garam impor lebih murah. Jika tidak ada yang beli, pabrik pengolahan garam akan tutup, dan siapa yang akan membeli garam rakyat. Jadi pada akhirnya, yang dirugikan itu petani garam sendiri," kata Achmad.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh PT Garam (Persero), kebutuhan garam nasional secara keseluruhan mencapai 4,04 juta ton per tahun yang terbagi dari 1,3 juta ton untuk garam konsumsi dan 2,74 juta ton untuk garam industri.

Jumlah importasi garam untuk sektor industri terbagi dalam lima subsektor diantaranya impor garam industri untuk kimia (CAP) sebesar 2,14 juta ton, farmasi 1.000 ton, dan perminyakan 40.000 ton.

"Untuk impor garam industri kimia, jika memang kebutuhannya mencapai 2,1 juta ton dan impor, itu tidak apa-apa karena memang kita tidak punya garam tersebut. Tapi untuk aneka pangan, sebetulnya itu masuk ke dalam 2,1 juta ton tersebut yang seharusnya bisa dipenuhi dari dalam negeri," ujar Achmad.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016