Banyak kesalahan orangtua yang berpotensi memicu anak menjadi korban kejahatan seksual."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan bahwa tindakan serba membiarkan oleh orang tua terhadap buah hatinya dapat memicu kerentanan anak menjadi korban kejahatan seksual.

"Maraknya kejahatan seksual dewasa ini perlu kewaspadaan orang tua. Banyak kesalahan orangtua yang berpotensi memicu anak menjadi korban kejahatan seksual," kata Susanto di Jakarta, Sabtu.

Dia mengatakan, terdapat beberapa kesalahan orang tua, seperti tindakan membiarkan anak bermain dan berinteraksi dengan siapapun dan di manapun, tanpa pantauan yang memadai.

Salah berteman atau memilih komunitas, menurut dia, membuat anak sangat rentan menjadi korban bahkan menjadi pelaku kejahatan seksual.

Kesalahan berikutnya, dikemukakannya, orang tua kerap membiarkan anak berinteraksi dengan orang lain di waktu yang tidak lazim dan untuk tujuan yang tidak jelas, bahkan banyak orang tua yang membiarkan anak keluar malam untuk tujuan yang tidak logis tanpa pengawasan yang cukup.

"Ini sangat berbahaya dan rentan menjadi korban kejahatan seksual," katanya.

Selain itu, lanjut Susanto, orang tua kerap membiarkan anak berkomunikasi via media sosial tanpa pantauan memadai.

Tidak sedikit anak dijebak, dirayu, digoda, diiming-iming oleh orang dikenal dan tak dikenal melalui media sosial untuk dijadikan obyek kejahatan seksual, ujarnya.

Orang tua, dikemukakannya, juga terkadang membiarkan anak berjam-jam bermain Internet tanpa kontrol dan pendampingan yang cukup.

Ia mengemukakan, Internet memang positif, tapi jika kurang literasi menggunakan Internet secara sehat, sangat mungkin anak dengan bebas tanpa diketahui orang tua mengakses pornografi secara diam-diam.

"Jika merasa nyaman dengan pornografi, maka bisa ketagihan dan menstimulasi anak melakukan adegan asusila tersebut. Bahkan, dalam banyak kasus bisa menstimulasi anak menjadi pelaku kejahatan seksual," katanya.

Susanto mengatakan, persoalan anak bertambah pelik ketika orang tua tidak menyediakan waktu, menyempatkan berkomunikasi dan berdialog dengan anak.

Orang tua bekerja itu penting apapun karir dan profesinya, namun dinilainya, jika orang tua tidak menyisakan waktu untuk anak, maka bisa menimbulkan anak tak punya figur hidup dan tak punya model perilaku.

"Apalagi anak selalu mencari model. Jika orang tua jarang bertemu, tak berkomunikasi, tak ada waktu untuk anak, tidak menutup kemungkinan anak mencari figur lain yang belum tentu aman buat mereka. Kerentanan anak jadi korban, bisa jadi pelakunya dari figur pilihan anak, akibat minimnya waktu bertemu dengan orang tua," demikian Susanto.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016