Jakarta (ANTARA News) - Penurunan signifikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax series dan pertalite mendorong konsumsi bahan bakar khusus (BBK) tersebut naik signifikan dari 8 ribu kiloliter menjadi 10 ribu kiloliter per hari.

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu, mengatakan kenaikan konsumsi BBM beroktan 92 tersebut juga menunjukkan masyarakat telah memiliki pilihan sendiri untuk menjaga performa mesin kendaraan mereka agar lebih terjaga.

PT Pertamina (Persero) tercatat telah menurunkan harga pertamax pada 15 Mei 2016 menjadi Rp7.350 per liter dibanding 15 Mei 2015 yang masih dijual seharga Rp9.300 per liter untuk wilayah DKI Jakarta.

Menurut Wianda, harga pertamax kini makin kompetitif jika dibandingkan harga premium yang sebesar Rp6.450 per liter atau hanya selisih Rp900 per liter. Padahal premium hanya beroktan 88.

Perkembangan konsumsi pertalite, BBM beroktan 90, juga menunjukkan hal yang positif. Hingga April 2016, konsumsi Pertalite mencapai 600 ribu KL. "Kami sekarang sudah ada di 2.956 SPBU, konsumsi per SPBU sekitar 2,5 KL per hari," jelas Wianda.

Per 15 Mei 2016, Pertamina menurunkan harga pertamax sebesar Rp200 per liter untuk seluruh provinsi di Jawa, Madura, dan Bali menjadi Rp7.350-Rp7.450 per liter dan menurunkan sebesar Rp300 per liter untuk daerah lainnya menjadi Rp7.700-Rp10.650 per liter.

Adapun pertamax plus turun Rp200 per liter untuk wilayah Jawa, Madura, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, sedangkan wilayah lainnya turun Rp300 per liter. Sedangkan Pertamina Dex penurunannya seragam di angka Rp300 per liter untuk semua wilayah yang telah tersedia bahan bakar dengan spesifikasi Euro 4 tersebut.

Sementara itu, harga pertalite rata-rata turun sebesar Rp200 per liter di seluruh daerah. Pertalite di Papua yang semula dijual seharga Rp7.300 per liter, kini dijual di level Rp7.100 per liter.

Solar/Biosolar nonsubsidi juga mengalami penurunan sebesar Rp300 per liter. Untuk wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten BBM jenis tersebut turun dari Rp6.950 liter menjadi Rp 6.650 per liternya.

Pengamat energi dari Universitas Indonesia, Berly Martawardaya mengatakan dampak penurunan harga BBK Pertamina masih relatif kecil terhadap inflasi. Hal ini karena volume penjualannya masih kecil jika dibandingkan dengan volume penjualan BBM jenis premium dan solar.

"Dampaknya lebih ke efisiensi mesin dan polusi yang berkurang karena pembakaran mesin lebih berjalan baik," katanya.

Sudaryatmo, Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan persoalan utama BBM adalah soal ketersediaan pasokan, khususnya di luar Jawa. "Akibat tidak ada jaminan ketersediaan, terjadi pasar gelap BBM dengan harga di atas harga yang ditetapkan," ujarnya.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016