Mumbai (ANTARA News) - Ivy Park, merk pakaian olahraga kerja sama Beyonce dengan taipan Topshop Phillip Green, membela diri dari tuduhan koran Sun yang menyebut mereka mempekerjakan “sweatshop labor” atau buruh yang dibayar murah namun memiliki jam kerja panjang dan kondisi tidak layak di Sri Lanka.

“Ivy Park memiliki program etika perdagangan yang ketat. Kami bangga dengan upaya berkelanjutan dalam inspeksi pabrik dan audit. Tim kami di seluruh dunia bekerja sangat erat dengan para pemasok dan pabrik-pabrik mereka untuk memastikan kepatuhan,” demikian bunyi siaran pers Ivy Park kepada Thomson Reuters Foundation.

Tabloid Sun menulis pekerja di MAS Holdings di Sri Lanka diupah 6,3 dolar per hari dan kebanyakan “penjahit miskin” itu takut bicara karena tidak ingin kehilangan pekerjaannya.

“Kami harap para pemasok kami memenuhi kode etik kami dan kami pun membantu mereka dalam memenuhi persyaratan ini,” kata Ivy Park.

Pabrik garmen Asia Selatan menjadi sorotan sejak bencana Rana Plaza di Bangladesh 2013 yang menewaskan lebih dari 1.100 pekerja.

Upah yang dilaporkan Sun itu adalah upah pekerja Topshop di pabrik Sri Lanka yang berada di bawah standar upah Asia Selatan.

Mereka juga menulis kebanyakan pekerja di Sri Lanka adalah “perempuan muda dari desa miskin” sehingga hanya mampu membayar asrama dan harus bekerja lebih dari 60 jam per minggu.

Menurut Bank Dunia, upah minimum buruh garmen di Asia Selatan antara 68 dolar per bulan di Bangladesh, 71 dolar di Sri Lanka dan 120 dolar di Pakistan.

Penerjemah: Natisha Andarningtyas
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016