Kuwait City (ANTARA News) - Delegasi pemerintah Yaman akan kembali ke meja perundingan damai yang perantarai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kuwait bersama kelompok pemberontak Syiah yang menguasai ibu kota Sanaa setelah mengakhiri pemboikotan empat hari menurut utusan khusus PBB, Minggu (22/5).

Perundingan yang digelar untuk mengakhiri konflik yang sudah menewaskan 6.400 orang lebih dan memaksa sekitar 2,8 juta warga mengungsi sejak Maret tahun lalu itu terganggu pemboikotan berulang kali oleh delegasi pemerintah sejak dimulai 21 April.

Utusan khusus PBB Ismail Ould Cheikh Ahmed mengatakan Presiden Abedrabbo Mansour Hadi sepakat mengakhiri boikot setelah mediasi yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani.

Para pendukung Hadi menentang pembahasan usul pemberontak untuk membentuk pemerintahan bersatu yang mereka khawatirkan akan melemahkan posisi Hadi dan merongrong klaimnya terhadap legitimasi internasional.

Mereka berkeras bahwa perundingan seharusnya fokus pada implementasi resolusi Dewan Keamanan PBB pada April 2015 yang menuntut pemberontak mundur dari Ibu Kota dan wilayah-wilayah lain yang mereka duduki sejak 2014.

Menteri Luar Negeri Abdulmalek al Mikhlafi mengatakan di Twitter pemerintah Yaman sepakat memberikan "kesempatan terakhir" bagi pelaksanaan perundingan.

"Kami menetapkan semua acuan. Ini langkah pertama di jalur untuk perdamaian nyata menuju implementasi Resolusi 2216 yang dimulai dengan penarikan, penyerahan senjata dan restorasi institusi pemerintah," katanya seperti dikutip kantor berita AFP.

Terlepas dari intervensi militer 14 bulan pimpinan Arab Saudi guna mendukung pemerintahan Hadi, para pemberontak dan sekutu mereka masih mengendalikan banyak daerah padat penduduk di Yaman, termasuk dataran tinggi di bagian tengah dan utara dan pantau Laut Merah.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016