Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi membantah menyembunyikan supirnya bernama Royani yang menjadi saksi penting dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"(Royani) ada di kantor," kata Nurhadi seusai diperiksa selama sekitar 8 jam di gedung KPK Jakarta, Selasa.

KPK sedang mencari Royani karena Royani sudah dua kali dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan sehingga Royani diduga disembunyikan. Royani diduga menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA.

"Siapa yang ngomong begitu?" jawab Nurhadi saat menjawab pertanyaan wartawan yang bertanya apakah ia menyembunyikan Royani.

KPK sudah mencegah Nurhadi dan Eddy bepergian ke luar negeri terkait dengan penyidikan perkara ini. Rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir bahkan sudah digeledah pada 21 April dan ditemukan uang senilai total Rp1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing.

"(Uang) belum diklarifikasi. Saya tadi hanya ditanya tugas dan fungsi," jawab Nurhadi singkat.

Nurhadi juga membantah menyuruh panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution untuk menaikkan berkas Peninjauan Kembali (PK) yang diduga punya kaitan dengan konglomerasi besar.

"Tidak ada, tidak ada," jawab Nurhadi.

Hari ini KPK juga memanggil petinggi PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro, namun ia kembali tidak memenuhi panggilan KPK setelah pada 20 Mei lalu Eddy juga tidak memenuhi panggilan.

"Eddy Sindoro tidak hadir tanpa ada keterangan. Dia sudah dua kali dipanggil dan penyidik masih akan melakukan upaya pemanggilan. Hari ini yang diperiksa supirnya EN (Eddy Nasution)," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.

KPK hari ini juga memanggi tiga petugas Polri bernama Fauzi Hadi Nugroho, Andi Yulianto dan Dwianto Budiawan, namun ketiganya tidak memenuhi panggilan KPK.

"Ketiga polisi tidak hadir, ketiganya dimintai keterangan untuk saksi DAS (Doddy Aryanto Supeno) karena diduga mengetahui beberapa langkah yang dilakukan DAS. Sementara terkait Nurhadi saya belum mendapat info mengenai apa yang ditanyakan oleh penyidik, tapi biasanya akan ada konfirmasi dari pemilik rumah mengenai barang-barang yang disita," ungkap Yuyuk.

Doddy diduga sebagai orang yang menjadi orang yang menangani sejumlah perkara tersebut dan melaporkan kepada induk konglomerasi bisnis itu.

KPK melakukan OTT pada Rabu (20/4) di hotel Accacia Jalan Kramat Raya Jakpus dan mengamankan panitera/sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan seorang swasta Doddy Aryanto Supeno. Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy dari komitmen seluruhnya Rp500 juta terkait pengurusan perkara di tingkat PK di PN Jakpus.

KPK menetapkan dua tersangka yaitu Edy Nasution dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016