Mataram (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat untuk terus melanjutkan penanganan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan bingkisan lebaran atau parsel di lingkup Pemerintah Kabupaten Lombok Timur tahun 2014.

"Tidak ada masalah dalam penanganan perkaranya, tinggal menunggu nilai kerugian negara yang di audit tim BPKP, kita dorong untuk terus dilanjutkan," kata Koordinator Supervisi Penindakan KPK Endang Tarsa, usai menghadiri kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di Mapolda NTB, Rabu.

Endang Tarsa mengungkapkan hal tersebut sebagai pembicara dari perwakilan Tim Supervisi Terpadu antara KPK dengan Bareskrim Polri dan Kejagung dengan sejumlah aparat penegak hukum di lingkup NTB.

Kegiatan Korsup yang digelar bersama dengan aparat penegak hukum di lingkup NTB itu membahas terkait penanganan perkara korupsi. Untuk agenda kegiatan yang digelar hingga Rabu sore tersebut penanganan kasus parsel tahun 2014 ini disebut sebagai salah satu atensi Tim Supervisi Terpadu.

"Sesuai dengan tujuan kegiatan korsup ini, kami memantau penanganan perkaranya," ujar mantan Direktur Penyidikan KPK itu.

Dari hasil penuturan Tim penyidik Subdit III Ditreskrimsus Polda NTB yang menangani perkara ini, Endang Tarsa melihat tidak ada persoalan yang cukup alot untuk dibahas lebih mendalam lagi.

Melainkan, Tim Supervisi Terpadu dan seluruh peserta korsup yang hadir sepakat bahwa kasus tersebut tinggal menunggu hasil rilis audit yang dilakukan tim BPKP Perwakilan NTB.

Sesuai dengan dugaannya, proyek pengadaan bagi fakir miskin ini memang tidak sesuai dengan peruntukannya. Melainkan, diduga kuat, pada pelaksanaannya disalurkan kepada PNS lingkup Pemerintah Kabupaten Lombok Timur.

Diketahui, pengadaan parsel di lingkup Pemda Kabupaten Lombok Timur ini menelan anggaran sebesar Rp15,1 miliar, yang pendanaannya bersumber dari APBD daerah di tahun 2014.

Penyalurannya dilakukan dalam dua tahapan. Pertama, pemda setempat menyalurkan parsel sebanyak 50.000 paket dengan nilai anggaran mencapai Rp12,4 miliar. Kemudian pada tahap kedua, pengadaan parsel sejumlah 13.500 dengan nilai anggaran mencapai Rp2,7 miliar.

Dikabarkan, dalam penyaluran parsel tersebut tidak seutuhnya disalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu, melainkan ada juga pihak pegawai negeri yang menerima. Sehingga, hal itu dilaporkan telah terjadi penyimpangan karena tidak sesuai dengan petunjuk pelaksana (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis).

Pewarta: Dhimas BP
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016