New York (ANTARA News) - Harga minyak melonjak ke tingkat tertinggi tahun ini pada Rabu (25/5), setelah data menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah Amerika Serikat, meningkatkan ekspektasi pengetatan pasar global.

Kontrak berjangka minyak utama naik dalam jarak luar biasa menuju 50 dolar AS per barel. Patokan Amerika Serikat, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Juli naik 94 sen menjadi berakhir di 49,56 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Di London, minyak mentah Brent North Sea yang menjadi patokan Eropa, untuk pengiriman Juli menetap pada 49,74 dolar AS per barel, naik 1,13 dolar AS dari penutupan Selasa.

Dalam laporan mingguannya, Departemen Energi Amerika Serikat menyatakan bahwa persediaan minyak mentah komersial Amerika Serikat turun 4,2 juta barel dalam pekan yang berakhir 20 Mei, tapi masih di tingkat tertinggi secara historis pada 537,1 juta barel.

Sementara produksi minyak mentah negara tersebut, menurut Badan Informasi Energi, menurun 24.000 barel menjadi 8,767 juta barel per hari pekan lalu.

"Kita mengalami pengurangan lumayan dalam minyak mentah utama, yang benar-benar membawa kita melalui reli hari ini," kata Matt Smith dari ClipperData.

"Ketika kau melihat persediaan, orang mulai menyadari permintaan terus kuat dan produksi mulai surut, dan itu akan membuat pasar kembali dalam keseimbangan," kata Phil Flynn dari Price Futures Group seperti dikutip kantor berita AFP.

Pasar minyak dunia merosot dari di atas 100 dolar AS per barel dua tahun lalu menjadi sekitar 27 dolar AS per barel pada awal 2016 akibat bertahannya kelebihan pasokan global.

Mereka telah kembali menguat, terbantu kebakaran hutan berminggu-minggu di Kanada yang telah menahan produksi minyak dan kerusuhan yang mempengaruhi infrastruktur energi di Nigeria, eksportir minyak terbesar di Afrika.

Analis Commerzbank Carsten Fritsch mengatakan penguatan kembali baru-baru ini membuat harga serpih minyak Amerika Utara menarik lagi, "yang bisa meredam penurunan produksi dalam beberapa bulan mendatang".

"Terlebih lagi, produksi minyak secara bertahap pulih kembali di daerah-daerah Kanada yang dilanda kebakaran hutan," katanya dalam sebuah catatan penelitian.

"Oleh karena itu kami tidak memperkirakan melihat harga tetap berada di atas 50 dolar AS per barel untuk waktu yang lama," tambah dia.

Selain itu, seperti dilansir kantor berita Xinhua, pelemahan dolar AS terhadap mata uang lainnya juga ikut mendukung kenaikan harga minyak, membuat minyak mentah yang dihargakan dalam dolar lebih murah dan lebih menarik bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, turun 0,20 persen menjadi 95,378 pada akhir perdagangan di New York, Rabu.  (Uu.A026)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016