New York (ANTARA News) - Saham-saham Wall Street mencetak kenaikan kuat selama dua hari berturut-turut pada Rabu (25/5) karena investor memandang positif kenaikan harga minyak dan potensi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat.

Saham-saham sektor energi berada di antara peraih keuntungan terbesar karena harga minyak Amerika Serikat ditutup pada harga tertinggi mereka tahun ini, hanya sedikit di bawah 50 dolar AS per barel.

Saham-saham perbankan juga menguat didukung prospek bahwa Federal Reserve Amerika Serikat bisa segera menaikkan suku bunga acuannya.

"Pasar menerima gagasan bahwa jika The Fed bergerak pada Juni atau Juli, pasar yang cenderung naik bisa berlanjut, jadi kita punya perekonomian yang tumbuh dengan laju lumayan," kata Alan Skrainka, kepala investasi di Cornerstone Wealth Management.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 145,46 poin (0,82 persen) menjadi berakhir di 17.851,51.

Indeks berbasis luas S&P 500 bertambah 14,48 poin (0,70 persen) menjadi ditutup pada 2.090,54, sementara indeks komposit Nasdaq menguat 33,84 poin (0,70 persen) pada 4.894,89.

Saham Citigroup naik 2,4 persen sekalipun regulator Amerika Serikat mengumumkan denda 425 juta dolar AS karena bank dituduh berusaha memanipulasi Libor dan tolok ukur keuangan terkemuka lainnya.

Raksasa minyak ExxonMobil dan Chevron masing-masing naik 0,7 persen dan 1,6 persen saat mereka membalikkan upaya-upaya para pemegang saham untuk memaksa mereka mengambil tindakan lebih terkait perubahan iklim.

Perusahaan minyak kelas menengah Marathon Oil dan Anadarko Petroleum naik hampir empat persen didukung oleh harga minyak yang lebih tinggi.

Hewlett Packard Enterprises harga sahamnya melonjak 6,8 persen setelah mengumumkan akan membentuk perusahaan mandiri dan menggabungkan layanan bisnis perusahaan ke Computer Sciences Corp. dalam kesepakatan bernilai 8,5 miliar dolar AS.

Saham Computer Sciences melonjak 42,1 persen setelah menyatakan penggabungan tersebut akan menciptakan salah satu perusahaan layanan teknologi informasi terbesar di dunia dengan lebih dari 5.000 klien di 70 negara.

Sementara raksasa daring Tiongkok, Alibaba, harga sahamnya merosot 6,8 persen setelah mengungkapkan bahwa regulator sekuritas Amerika Serikat sedang menyelidiki akuntansi perusahaan untuk melihat kemungkinan adanya pelanggaran hukum sekuritas AS.

Yahoo, yang memegang sebagian besar saham Alibaba, kehilangan 5,2 persen, demikian seperti dilansir kantor berita AFP. (Uu.A026)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016