Siang hari, empat petugas harian lepas berseragam kaus lengan panjang atau rompi oranye menjaring macam-macam sampah yang hanyut di sungai di tepi Kali Lio, sepanjang Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

Menggunakan galah bambu dengan lingkaran besi bekas kipas angin terikat pada ujungnya, seorang petugas dengan cekatan menjaring dedaunan, ranting, plastik, dan botol air minum. Dua rekannya mengeruk sampah yang terjaring lalu memasukkannya ke bak mobil oranye.

Sementara satu orang lagi memotret kegiatan teman-temannya untuk kemudian dilaporkan ke atasan mereka di Dinas Kebersihan DKI Jakarta.

Sehari-hari mereka berurusan dengan berbagai macam sampah yang selain mengeluarkan bau tidak sedap juga mengandung kuman-kuman yang bisa membuat mereka terserang penyakit.

"Ya memang sudah risiko kalau bau, pekerjaan kami di tempat kotor kan. Orang kalau tidak siap kotor ya jangan kerja begini. Yang penting buat kami sih pekerjaan ini halal, itu saja," ujar Hirwan S (42), petugas harian lepas Unit Pengelola Kebersihan Badan Air Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.

"Bau, kotor, kena penyakit sudah risiko pekerjaan. Yang penting pintar-pintar menjaga kesehatan, biasanya saya minum jamu atau soda susu," kata Aris Fauzi (38), petugas harian lepas lainnya,

Selain itu ada risiko bahaya lain, terutama saat musim hujan. Hirwan menuturkan, rekannya yang bertugas di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, meninggal dunia karena tenggelam saat berusaha membersihkan sungai yang arusnya sedang deras setelah hujan lebat.

Namun semua itu tidak menjadi masalah bagi Hirwan, yang sejak dua tahun lalu bertanggung jawab menjaga kebersihan Kali Lio, serta kawan-kawannya.

Bagi mereka, yang penting pekerjaan itu membuat mereka bisa menghidupi keluarga.

Dengan bekerja selama delapan jam mulai pukul 08.00-16.00 WIB sebagai petugas harian lepas Unit Pengelola Kebersihan Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta, setiap bulan mereka bisa membawa pulang gaji Rp3,1 juta untuk keluarga.

"Awal masuk itu gajinya kecil, sekitar Rp2,4 juta, kemudian naik menjadi Rp2,7 juta, sampai sekarang Rp3,1 juta. Kalau soal THR itu istilahnya uang bonus, saya sih alhamdullilah," kata Aris, yang bekerja sebagai petugas harian lepas tahun 2014, setelah perusahaan sepeda motor tempat dia bekerja gulung tikar.

Hirwan mengaku bisa menghidupi istri dan menyekolahkan ketiga anaknya yang tinggal di Brebes, Jawa Tengah, dengan gaji bulanannya sebagai petugas harian lepas.

Selain gaji bulanan, petugas harian lepas Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga memperoleh fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, tunjangan hari raya, BPJS Kesehatan, serta tunjangan kematian.

"Kalau BPJS Kesehatan sudah diajukan dan sekarang dalam proses. Sedangkan tunjangan kematian sudah diberlakukan mulai 2016, sebelumnya hanya ada uang kerohiman," kata Hirwan, yang sebelumnya bekerja sebagai sopir mobil sewaan.

Di samping gaji dan fasilitas-fasilitas itu, mereka senang pekerjaan mereka bisa membantu memulihkan kondisi sungai-sungai di Ibu Kota dan mengurangi risiko banjir.

Warga sekitar juga merasa terbantu.

"Kami sih tidak mau dipuji ya, namanya sudah pekerjaan dan tanggung jawab kami untuk kebersihan kali. Tapi warga menghargai pekerjaan kami misalnya dengan memberi air minum, itu sudah termasuk pujian bagi kami," kata Aris, pria beranak satu yang tinggal di rumah susun Klender, Jakarta Timur.


Keterbatasan

Kendala yang dihadapi para petugas kontrak Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta, termasuk 49 petugas Badan Air Kecamatan Senen yang tugasnya menjaga kebersihan Kali Lio sepanjang Jalan Gunung Sahari, Kwitang, dan Paseban, antara lain lambannya pengadaan peralatan kerja, termasuk seragam dan sepatu bot.

"Dari kantor sudah mengajukan seragam baru, tapi katanya anggarannya belum turun. Seragam ini sudah tidak layak sedangkan kami ditegur dinas kalau tidak pakai seragam. Masa kami mau pakai satu seragam saja dalam dua tahun, kan harus ada gantinya," kata Hirwan.

Mereka berusaha mengatasi keterbatasan alat kerja dengan membuat peralatan sendiri, seperti memasang bambu untuk menahan sampah masuk ke gorong-gorong dan mengubah kipas angin bekas menjadi penyaring sampah.

"Kami buat sendiri karena kalau menunggu dari dinas prosesnya lama, keburu kami tidak bisa bekerja. Lagipula alat yang dari dinas mudah rusak, tidak sampai setahun sudah tidak bisa dipakai," ungkap Hirwan.

"Kalau ada tumpukan lumpur kami kumpulkan dulu di tengah menggunakan cangkul agar lumpurnya hanyut, karena kalau tidak kalinya akan menyempit. Bukan lagi kali malah seperti got," kata Aris.


Normalisasi Kali

Pasukan oranye dikerahkan untuk mendukung program normalisasi kali Jakarta sejak 2013, saat Dinas Kebersihan mengambil alih tanggung jawab pembersihan sampah di sungai dari Dinas Pekerjaan Umum.

Saat ini, DKI memiliki 4.046 petugas harian lepas Unit Pengelola Kebersihan Badan Air yang bertugas membersihkan sampah di 13 sungai besar, lebih dari 50 situ, waduk, danau, pesisir pantai, serta 1.118 saluran penghubung.

"Selain kali, kami juga melakukan normalisasi saluran penghubung, banyak titik yang kami refungsi," kata Kepala Dinas Kebersihan Provinsi DKI Isnawa Adji.

Upaya memfungsikan kembali saluran penghubung atau sungai kecil yang sudah mati, terutama di kawasan padat penduduk, dilakukan dengan mengeruk sampah serta endapan lumpur agar bisa kembali dialiri air.

Dalam tiga tahun belakangan, sekitar 400 ton sampah dikumpulkan dari sungai-sungai Jakarta setiap harinya.

Sampah-sampah yang dikumpulkan kemudian dipilah, yang masih bisa didaur ulang akan dimanfaatkan oleh para pemulung atau bank sampah, sisanya dibawa ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi.

"Kadang ada juga pengusaha tahu dan tempe yang membeli hasil pulungan petugas seperti ranting dan batang pohon, untuk dijadikan kayu bakar," kata Isnawa.

Demi memaksimalkan peran petugas harian lepas Badan Air DKI, pemerintah menjalankan aplikasi Qlue: Jakarta Smart City untuk menerima pengaduan dari warga tentang sungai yang penuh sampah dan perlu segera ditangani.

Yang masih menjadi tantangan terbesar saat ini, menurut dia, yakni mengedukasi warga Jakarta agar berhenti membuang sampah di sungai.

"Kekuatan local wisdom itu ada di warga, mereka harus bisa menjaga kebersihan sungai karena kalau tidak seberapa banyak pun petugas yang kita kerahkan tidak ada gunanya," kata Isnawa.

Oleh Yashinta Difa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016