Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung mengimbau supir Sekretaris MA Nurhadi bernama Royani untuk menghadap ke kantor pasca-menghilang beberapa waktu.

"MA sudah kirim surat ke pemerintah setempat di sana, di kelurahan, agar yang bersangkutan ditemukan karena warganya hendak diimbau untuk menghadap MA, ya sebatas itu," kata Juru Bicara MA Suhadi di Jakarta, Jumat.

Royani sudah dua kali dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan. Royani diduga disembunyikan.

"Kalau mencari orang hilang atau yang disembunyikan orang lain, MA tidak ada aparat yang bisa mencari orang tersebut," tambah Suhadi.

Menurut Suhadi, Royani adalah pegawai negeri sipil yang keahliannya sebagai sopir dan ditugaskan menjadi sopir Nurhadi.

MA, menurut Suhadi juga tidak akan mencampuri KPK meski ada pegawai MA yang ditetapkan sebagai tersangka.

"Semuanya kewenangan KPK silakan saja siapapun orangnya asal dia melaksanakan tugas dengan kewenangan hukum tidak ada wewenang Mahkamah Agung untuk menyetopnya. Dengan kejadian ini sudah mencoreng MA bahkan sejak Andri (Andri Tristianto Sutrisna, Kasubdit Perdata Khusus MA) di Bengkulu kemudian ngomong di persidangan, kita tidak membantah kok itu memang mencoreng MA jadi silakan saja," tegas Suhadi.

Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya menegaskan bahwa pasti ada tersangka baru dalam kasus ini, dan bisa saja dari unsur MA.

Terkait perbaikan sistem di MA, Suhadi pun mengungkapkan sistem pembinaan sudah berjalan.

"Sistemnya sudah berjalan selama ini, kalau ada peristiwa seperti ini pasti tidak baik kan? Pembinaan itu sejak MA berdiri ada ketua pembinaan dan pimpinan MA turun ke bawah bergiliran pembinaan. Tapi kalau ada orang menyimpang seperti sekarang tangani saja sesuai ketentuan berlaku," ungkap Suhadi.

Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan dua tersangka yaitu panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah.

KPK sudah mencegah bepergian keluar negeri Sekretaris MA Nurhadi Abdurachman, Royani dan petinggi PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro dalam perkara ini. Rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir bahkan sudah digeledah pada 21 April dan ditemukan uang senilai total Rp1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing yang diduga terkait dengan pengurusan sejumlah kasus.

KPK melakukan OTT pada Rabu (20/4) di hotel Accacia Jalan Kramat Raya Jakpus dan mengamankan Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno. Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy dari komitmen seluruhnya Rp500 juta terkait pengurusan perkara di tingkat PK di PN Jakpus.

KPK menetapkan dua tersangka yaitu Edy Nasution dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016