Tangerang (ANTARA News) - Bank Indonesia menyatakan gejolak di pasar keuangan yang akan timbul karena rencana penaikan bunga The Federal Reserve pada Juni 2016 sudah diperkirakan sejak jauh-jauh hari dan dapat diantisipasi.

Maka dari itu, bank sentral memprediksi tekanan yang timbul dari faktor eksternal tidak akan signifikan memengaruhi pasar keuangan domestik.

Selain itu, rencana penaikan bunga acuan The Fed pada Juni mendatang masih sesuai ekspektasi, sehingga pelaku pasar sudah melakukan penyesuaian (price-in), menurut Direktur Departemen Pegelolaan Moneter BI Pribadi Santoso di Tangerang, Banten, Sabtu.

"Bank Sentral sudah hitung pada awal tahun. Kalau ada pengaruh ya mungkin memengaruhi, tapi kalau terjadi reaksi masih managable (terkendali)," kata dia.

Menurut Pribadi, memang pernyataan Janet Yellen sebagai Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve, tentang jangka waktu kenaikan bunga Fed untuk tahun ini cukup membingungkan pelaku pasar.

Awalnya, sinyalemen yang diberikan The Fed adalah kenaikan suku bunga akan terjadi pada awal semester II 2016. Jangka waktu tersebut cukup lama dari Desember 2015 ketika The Fed menaikkan suku bunganya pertama kali sejak 2008, karena pemulihan ekonomi AS yang tidak sesuai ekspetasi.

Namun, pada sidang Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) April 2016 lalu, peserta sidang menyiratkan penaikan bunga The Fed pada Juni mendatang. Hal itu juga sempat membuat geolak pada pasar keuangan global. Nilai tukar rupiah untuk pertama kalinya di tahun 2016, jatuh ke level psikologis Rp13.600. Hal itu ditambah tren di kuartal II, dimana terjadi repatriasi dividen besar-besaran.

Namun, kata Pribadi, Bank Sentral sudah mengantisipasi hal tersebut. Dengan meningkatknya gejolak eksternal, kata dia, aktivitas BI di pasar memang meningkat.

"Kita sudah siap. Terkait stabilitas nilai tukar, kita akan intervensi moneter dan lakukan beberapa mitigasi seperti SWAP, lindung nilai dan lainnya," ujar dia.

Disinggung apakah BI akan mengubah besaran instrumen bunga acuan BI Rate maupun instrumen terbaru 7-Day (Reverse) Repo Rate, Pribadi mengatakan hal itu akan disesuaikan dengan kondisi perekonomian terakhir menjelang Rapat Dewan Gubernur bulanan.

Hingga saat ini, besaran BI Rate di 6,75 persen dan 7-Day (Reverse) Repo Rate di 5,5 persen, cukup untuk mengantisipasi tekanan dari ekonomi global.

"BI sudah menurunkan BI Rate jauh-jauh hari, pelonggaran sudah dilakukan. BI sudah antisipasi karena Fed Fund Rate naik itu sebuah keniscayaan," ujarnya.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai ekspetasi pasar sangat kuat bahwa bunga The Fed akan naik pada Juni atau Juli 2016.

Namun, dia menilai, membaiknya fundamental ekonomi domestik akan mampu menahan tekanan eksternal dan membendung pelemahan nilai tukar rupiah. Potensi dana keluar memang masih ada, namun besarannya tidak akan sebesar pada Desember 2015.

"Trader dan investor memang melakukan aksi jual, tp itu lebih karena strategi. Aliran dana masih solid. Rupiah diharapkan tidak terpengaruh signifikan, dal tahun ini diharapkan lebih stabil dari tahun lalu," ujarnya.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016