Balad (ANTARA News) – Dengan mengenakan berkaus warna pink yang bergambar Ronaldo, Ali Qais terlihat gugup saat menyaksikan tim kesayangannya Real Madrid di layar TV kafe Al-Furat Kota Balad. 

Dua lubang peluru terlihat di bagian belakang sofa, yang menghadap poster bergambar pelatih El Real Zinedine Zidane, yang didudukinya. 

Dua pekan lalu, sejumlah pria bersenjata melepaskan tembakan dan melemparkan granat ke kafe itu yang menurut pejabat menewaskan 16 orang, 10 di antaranya tewas di tempat.

“Malam ini,  lebih dari sekedar hanya menyaksikan laga sepak bola, itu tantangan bagi ISIS,” kata Qais seperti dikutip AFP.

“Sampai saat ini, saya yakin Ronaldo tidak pernah mengetahui Kota Balad. Sekarang dia mengenakan ban lengan hitam di tangannya untuk mengenang rekan-rekan kami yang gugur,”ujar pria berusia 29 tahun  itu. 

“Saya berharap dia mencetak gol nanti malam," tambahnya, sesaaat sebelum idola dan tim kesayangannya masuk ke lapangan hijau untuk menghadapi rival sekotanya Atletico dalam final Liga Champions.

ISIS, kelompok ekstremis yang menebar kematian dan kehancuran di Irak, mengklaim bertanggung jawab  atas serangan tersebut.

Pembantaian itu memicu gelombang simpati dari dunia sepak bola, termasuk dari El Real, dengan para pemainnya mengenakan ban lengan hitam dalam laga final La Liga pada hari berikutnya.

“Reaksi klub itu memberikan kita kebahagiaan luar biasa,” ujar Qassem Issa (39) yang berprofesi sebagai pengusaha dari Balad sekaligus pendiri klub supporter itu tujuh tahun lalu. 

“Tentu saja, sebelum serangan itu, kami berencana untuk menonton final di sini. Terdapat sedikiti kecemasan, namun pada akhirnya kami bersikera untuk menghabiskan malam di sini, sebagai unjuk kekuatan,” katanya.  

Di taman luas kafe Al-Furat, yang berhiaskan lampu warna-wanri dan poster para korban, sejumlah pejabat, warga dan penyair bergantian memberikan penghormatan kepada para korban. 

Puluhan polisi bersenjata lengkap ditempatkan di sekitar kafe itu untuk melindunginya dan menggeledah sejumlah pemuda yang datang guna menyaksikan laga final tersebut.  

ISIS dan kelompok ekstremis lainnya menganggap sepak bola sebagai propaganda Barat yang dibenci mereka dan lokasi olahraga berulang kali menjadi sasaran serangan mereka.

Saat Ronaldo akhirnya berhasil menjalankan tugasnya dalam adu penalti pada Sabtu malam, kegembiraan di kafe Al-Furat terhenti saat para penggemar menangis karena mengingat kembali teman dan kerabat yang tewas.

Babak tambahan membuat tayangan laga itu melewati jam malam yang diberlakukan di Balad setiap malamnya karena alasan keamanan dan para penggemar fanatik yang berisiko untuk terus menonton bergegas kembali ke rumah mereka sesaat laga final Liga Champions itu berakhir.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016