Jakarta (ANTARA News) -  Menampilkan gambar menarik yang merepresentasikan makanan yang kita sajikan merupakan poin penting, dan salah satu tempat terbaiknya adalah di dekat jendela, menurut food photographer professional, Fellexandro Ruby.

"Tempat terbaik mengambil foto, terutama makanan adalah di dekat jendela. Best way, berteman dengan jendela," ujar Ruby dalam workshop food photography dan food styling yang diprakarsai Fonterra Foodservices, di Jakarta, Selasa.

Sebelum memotret, sebaiknya perhatikan arah cahaya. Ruby mengatakan ambil angle potret dari kiri, kanan dan belakang objek.

"Kemudian, jangan dipaksa terlalu terang. Lebih baik agak gelap sedikit. Warna apapun kalau dipaksa terang sekali akan berwarna putih. Under lebih baik daripada over," kata dia.

Hal lainnya adalah memanfaatkan garis-garis vertikal dan horizontal di kamera anda. Taruhlah makanan di antara garis-garis horizontal dan vertikal.

"Kemudian, kasih nafas. Seringkali kalau kita memotret menyisakan sedikit space untuk diberi judul foto. Lebih baik kita berekspresimen dengan adanya ruang kosong dalam foto, kita sebut minimalis. Dalam fotografi ada namanya point of interest, mana objek utamanya. Biar perhatian enggak pecah," tutur Ruby.  

Dia mengatakan, setiap makanan memiliki angle terbaik sendiri. Oleh karena itu, rajinlah bereksplorasi. Menurut Ruby, topshot atau mengambil foto dari angle atas merupakan yang paling aman saat mengambil foto makanan, terutama bila anda menggunakan telepon genggam.

"Topshot, angle paling aman kalau mau ambil foto makanan. Apalagi kalo pake handphone. Karena makanan rata-rata di piring, dari atas paling mungkin kelihatan semua," kata dia.

"Tetapi tidak semua makanan. Untuk kasus buger misalnya. Kalau diambil topshot enggak akan kelihatan daging-dagingnya. Harusnya angle 45 derajat," tambah Ruby.

Terakhir, kala rasa bingung mencari angle foto, sebaiknya mendekatlah pada objek makanan itu.

"Kalau enggak yakin deketin. Sebagian besar makanan kita deketin, hasilnya tetap ngilerin," pungkas Ruby.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016