Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengharapkan Presiden Joko Widodo bijak menyikapi persoalan prahara 1965 karena masalah ini berkaitan ini dengan pertahanan negara.

"Bapak presiden itu harus bijak dalam persoalan ini, lihat pihaknya siapa, baru dipertimbangkan benar tidaknya," kata Ryamizard di sela simposium bertajuk "Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain" di Jakarta, Kamis.

Jokowi dikabarkan akan menunggu hasil simposium yang diadakan para purnawirawan dan puluhan organisasi massa termasuk FPI itu, namun juga tidak akan mengesampingkan simposium bertajuk "Membedah Tragedi 1965 dari Aspek Sejarah" yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu yang dimotori Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan dan Gubernur Lemhanas Agus Widjojo.

Ryamizard menyatakan pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo kompak tidak meminta maaf kepada anggota keluarga PKI terkait prahara 1965 sebagaimana disuarakan sejumlah aktivis.

Ryamizard mengungkapkan ada keinginan Presiden Joko Widodo untuk rekonsiliasi tetapi bukan berarti meminta maaf atas nama negara.

"Bukan meminta maaf atas nama negara, maafnya pribadi saja. Kalau negara dengan yang kecil (partai), tidak," kata dia.

Menurut Ryamizard, Indonesia adalah negara besar sehingga tidak semestinya meminta maaf dengan suatu kelompok yang lebih kecil dari negara dengan mencontohkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang mengunjungi Hiroshima, Jepang, beberapa hari lalu.

"Di sana, pada 6 Agustus 1945, Amerika telah menghancurkan Hiroshima dengan bom atom, sehingga menelan sangat banyak korban jiwa. Obama secara pribadi menyesal namun apa melontarkan permintaan maaf kepada Jepang? Jawabannya tidak," kata Ryamizard.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016