Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) menjadi 10 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pelaksanaan ibadah haji periode 2010-2013.

"Perkara banding SDA sudah diputus nomor perkaranya 25/Pid.Sus/TPK/2016/PT.DKI. Amar putusannya adalah menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa, tingkat pertama awalnya diputus 6 tahun penjara, kemudian oleh Pengadilan Tinggi dinailkan menjadi 10 tahun pidana penjara," kata juru bicara Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta Heru Pramono saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Pada 11 Januari 2016, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Suryadharma selama 6 tahun ditambah dengan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan tanpa pidana tambahan pencabutan hak politik untuk menduduki dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pemidanaan.

"Kemudian yang diperbaiki juga adalah mengenai pidana tambahan, jadi PT Jakarta mengabulkan tuntutan dari Penuntut Umum yang meminta pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak terdakwa untuk menduduki dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pemidanannya sedangkan denda tetap sama yaitu Rp300 juta," tambah Heru.

JPU KPK menuntut Suryadharma agar divonis selama 11 tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp750 juta subsidair 6 bulan kurungan ditambah pidana uang pengganti sejumlah Rp2,23 miliar subsider 4 tahun kurungan dan pencabutan hak politik untuk menduduki dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Suryadharma selesai menjalani masa pemidanaan.

Majelis hakim di tingkat banding dipimpin oleh Wakil Ketua PT DKI Jakarta Mashud.

Alasan penambahan masa pidana tersebut karena menurut majelis PT DKI Jakarta, vonis di tingkat pertama belum memenuhi rasa keadilan.

"Yang kita pertimbangkan apakah pidana yang dijatuhkan oleh tingkat pertama itu sudah sesuai dengan keadilan atau belum, sudah sesuai dengan kesalahannya aatau belum, kalau kita anggap belum, maka kita perbaiki mengenai hukumannya," ungkap Heru.

Suryadharma dinilai terbukti melakukan sejumlah tindak pidana korupsi yaitu pertama menunjuk Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) selama 2010-2013 sekaligus pendamping Amirul Hajj (pemimpin rombongan haji) yang tidak kompeten yaitu istrinya Wardatul Asriya, anak, menantu, ajudan, pegawai pribadi, sopir, sopir istri hingga pendukung istrinya.

Selanjutnya Suryadharma juga menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) hingga Rp1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM seperti untuk pengobatan anak, pengurusan visa, tiket pesawat, pelayanan bandara, transportasi dan akomodasi Suryadharma, keluarga dan ajudan ke Australia dan Singapura hingga membayar pajak pribadi tahun 2011, langganan TV kabel, internet, perpanjangan STNK Mercedes Benz serta pengurusan paspor cucu.

Suryadharma Ali juga menunjuk sejumlah majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan plafon dengan harga tertinggi sehingga menyebabkan kerugian negara hingga 15,498 juta riyal karena penggunaan harga plafon sebagai harga kontrak dan tidak ada negosiasi maka terjadi kemahalan pengadaan perumahan yaitu kemahalan perumahan di Madinah 14,094 juta riyal dan hotel transito Jeddah sejumlah 1,404 juta riyal.

Terakhir Suryadharma dianggap menyalahgunakan sisa kuota haji periode 2010-2012 sehingga memberangkatkan 1.771 orang jemaah haji dan memperkaya jemaah tersebut karena tetap berangkat haji meskipun kurang bayar hingga Rp12,328 miliar yang terdiri dari 161 orang jemaah haji pada 2010 senilai Rp732,575 juta; 639 jemaah haji pada 2011 sejumlah Rp4,173 miliar; dan 971 jemaah hai sejumlah Rp7,422 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016