Cape Canaveral (ANTARA News) - Semesta berkembang lebih cepat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya menurut para astronom, temuan mengejutkan yang bisa menguji bagian dari teori relativitas Albert Einstein.

Temuan bahwa semesta berkembang lima persen sampai sembilan persen lebih cepat dari perkiraan yang disampaikan dalam siaran pers bersama Badan Aeronautika dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan Badan Antariksa Eropa juga membangkitkan hipotesis tentang apa yang memenuhi 95 persen kosmos yang tidak memancarkan cahaya dan radiasi, kata para ilmuwan Kamis (2/6).

"Mungkin semesta memperdaya kita," kata Alex Filippenko, astronom dari University of California, Berkeley, dan salah satu penulis makalah tentang penemuan tersebut.

Laju perkembangan semesta itu tidak sesuai dengan prediksi berdasarkan pengukuran bekas radiasi yang tersisa dari ledakan Big Bang yang memunculkan semesta 13,8 miliar tahun lalu.

Salah satu kemungkinan ketidakcocokannya adalah bahwa semesta memiliki partikel sub-atomik tidak dikenal, serupa dengan neutrino, yang melakukan perjalanan hampir secepat kecepatan cahaya, yakni sekitar 186.000 mil (300.000 km) per detik.

Ide lainnya adalah bahwa apa yang disebut "energi gelap", sebuah kekuatan anti-gravitasi misterius yang ditemukan tahun 1998, mungkin mendorong galaksi-galaksi menjauh satu sama lain lebih kuat dibanding estimasi awal.

"Ini mungkin petunjuk penting untuk memahami bagian-bagian dari semesta yang menyusun 95 persen dari seluruhnya dan itu tidak memancarkan cahaya, seperti energi gelap, materi gelap dan radiasi gelap," kata fisikawan dan penulis utama makalah Adam Riess dari Space Telescope Science Institute di Baltimore, Maryland, dalam satu pernyataan.

Riess berbagi Hadiah Nobel Fisika 2011 untuk temuan bahwa semesta berkembang lebih cepat.

Semesta yang lebih cepat berkembang juga memunculkan kemungkinan bahwa teori relativitas Einstein, yang menjadi perancah matematis untuk menghitung bagaimana blok-blok bangunan dasar materi berinteraksi, sedikit salah menurut NASA.

Riess dan koleganya menghasilkan temuan mereka dengan membangun pengukur kosmik yang lebih baik untuk menghitung jarak.

Seperti dilansir kantor berita Reuters, mereka menggunakan Teleskop Antariksa Hubble untuk mengukur tipe bintang tertentu, yang disebut variabel Cepheid, di 19 galaksi di luar galaksi Bima Sakti.

Seberapa cepat bintang-bintang ini terdorong berhubungan langsung dengan seberapa terang mereka, yang pada gilirannya bisa digunakan untuk menghitung jarak mereka, lebih seperti bola lampu 100 watt yang semakin jauh semakin tampak lebih redup.

Hasil penelitian itu akan dipublikasikan di The Astrophysical Journal edisi mendatang.

Penerjemah: Maryati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016