Saya dapat memahami sikap Menteri Perdagangan soal impor raw sugar yang akan dilakukan BUMN Pergulaan karena jumlahnya masih proporsional, yaitu untuk mengatasi `idle capacity` (kapasitas menganggur - red) dari pabrik gula yang berbasis tebu rakyat d
Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dapat memahami sikap Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong yang akan memberikan izin kepada BUMN Pergulaan untuk mengimpor "raw sugar" (gula mentah) sebanyak 381.000 ton pada 2016.

"Saya dapat memahami sikap Menteri Perdagangan soal impor raw sugar yang akan dilakukan BUMN Pergulaan karena jumlahnya masih proporsional, yaitu untuk mengatasi idle capacity (kapasitas menganggur - red) dari pabrik gula yang berbasis tebu rakyat di bawah BUMN," kata Sekjen APTRI Anwar Asmali di Jakarta, Sabtu.

Anwar mengemukakan keterangan tersebut menanggapi pernyataan Mendag dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada 9 Juni 2016 yang menyebutkan akan adanya izin kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X untuk mengimpor gula mentah sebanyak 381.000 ton pada 2016 ini.

Menurut Mendag, pemerintah berkomitmen menurunkan harga gula sampai Rp12.500 per kilogram (kg) serta berencana memberikan jaminan kepastian pendapatan petani tebu setara dengan rendemen 8,5 persen, sehingga pemerintah akan memberikan izin kepada BUMN Pergulaan untuk melakukan impor gula mentah.

Sekjen APTRI lebih lanjut mengemukakan, impor raw sugar perlu dilakukan apabila pasokan tebu berkurang. Ke depan, capaian yang dikehendaki adalah kemandirian pabrik gula dengan bahan baku tebu yang ditanam di bumi Nusantara.

Anwar juga menyayangkan pernyataan anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka dalam RDP dengan Mendag yang meminta agar pemerintah menunda pemberian izin impor 381.000 ton raw sugar kepada BUMN Pergulaan karena alasan impor dinilainya tidak jelas.

Pernyaatn Rieke yang meminta Mendag menunda izin impor gula mentah itu mendapat teriakan yang tidak simpatik dari sekitar 80 tokoh petani tebu se-Indonesia yang duduk di balkon ruang sidang Komisi VI DPR.

"Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa izin impor raw sugar yang jumlahnya hanya 381 ribu ton dan dibagi pada hampir 50 pabrik gula di bawah BUMN begitu ditentang Rieke Diah Pitaloka, sementara izin impor raw sugar yang dilakukan pihak swasta dengan jumlah jutaan ton didiamkan," ucap Anwar.

Sementara itu Abdul Wachid, anggota Komisi VI DPR yang juga Wakil Ketua Panja Gula mengemukakan, saat ini produksi gula nasional berkisar antara 2,4 hingga 2,5 juta ton, sedangkan konsumsi nasional dengan asumsi 12 kg/kapita/tahun mencapai 3 juta ton.

"Ada gap sekitar 500.000 ton. Kalau tidak dari impor, dari mana kita bisa memenuhi kekurangan raw sugar sebanyak itu," ujar anggota DPR yang juga Ketua Umum DPP APTRI itu.

Pada kesempatan terpisah anggota Komisi VI DPR lainnya, yakni Ario Bimo dan Bambang Haryo menyatakan sependapat dengan Wachid serta menilai rencana impor raw sugar oleh BUMN merupakan langkah tepat untuk menjaga keseimbangan pasok pangan nasional, dalam hal inilah adalah gula.

"Menjadi tugas pemerintah untuk menjaga stabilitas pangan nasional. Terkait dengan itu rasanya cukup beralasan jika pemerintah menunjuk BUMN Pergulaan untuk melaksanakan impor tersebut, dan itu sesuai dengan Undang-undang No 18 Tahun 2012 tentang pangan," kata Ario Bimo.

Hanya saja, menurut Bambang Haryo, program impor gula mentah itu harus dibarengi dengan upaya untuk melakukan swasembada gula secara serius agar bangsa ini tidak mengalami ketergantungan terhadap gula dari luar negeri.

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016