Bukan hal yang mudah untuk menginisiasi pembentukan sebuah rezim internasional baik itu konvensi maupun resolusi pada IMO yang beranggotakan 171 negara,"
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Denmark menyampaikan dokumen mengenai pertanggungjawaban dan kompensasi akibat pencemaran lintas batas negara dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai pada Sidang Komite Hukum Organisasi Maritim Internasional (IMO) ke-103 di London, Inggris.

Minsiter Counsellor KBRI London Dindin Wahyudin dalam keterangan tertulis yang diperoleh di Jakarta, Sabtu mengatakan, penyampaian dan perkenalan isi dokumen "joint-submission" kepada Legal Committee International Maritime Organization itu mendapat respon yang positif dari beberapa negara anggota.

"Bukan hal yang mudah untuk menginisiasi pembentukan sebuah rezim internasional baik itu konvensi maupun resolusi pada IMO yang beranggotakan 171 negara," katanya.

Dindin yang mempimpin delegasi Indonesia pada sidang tersebut menambahkan bahwa hal tersebut tidaklah mematahkan semangat Indonesia untuk tetap memperjuangkan kepentingannya di dunia internasional.

"Upaya tersebut sejalan dengan semangat Pemerintah Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia atau dikenal dengan istilah World Maritime Fulcrum," katanya.

Pembentukan sebuah pedoman atau kerangka aturan internasional tersebut dilatarbelakangi oleh kasus Montara yang terjadi di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2009, yakni tidak ada sebuah aturan internasional yang mengatur tentang pemasalahan mengenai tanggung jawab dan kompensasi yang berhubungan dengan kerusakan pencemaran lintas batas dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, sehingga menyebabkan penyelesaian kasus Montara menjadi berlarut-larut.

Pada Sidang Komite Hukum IMO ke-97 Tahun 2010, Indonesia menyampaikan inisitaif untuk membahas isu tersebut serta menggagas sebuah solusi aturan internasional guna menyelesaikan permasalahan tanggung jawab dan kompensasi yang terkait dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai.

Selanjutnya, pada Sidang Komite Hukum IMO Tahun 2016, Indonesia telah menyampaikan komitmennya untuk tetap mempertahankan pembahasan isu tersebut yang sudah berjalan selama tujuh tahun.

"Hal ini dibuktikan dengan diterimanya dokumen joint-submission Indonesia dan Denmark oleh Komite Hukum IMO," katanya.

Sidang Komite Hukum IMO ke-103 diselenggarakan pada 8-10 Juni 2016 bertempat di Markas Besar IMO, London.

Pertemuan tersebut merupakan rutin tahunan yang dihadiri oleh para anggota Komite Hukum yang terdiri dari semua negara anggota IMO, yang memiliki tugas untuk menangani setiap masalah hukum dalam lingkup organisasi.

Delegasi Indonesia terdiri dari perwakilan pejabat dari KBRI London dan perwakilan dari beberapa instansi pemerintah di Jakarta, yang dipimpin oleh Minister Counsellor KBRI London Dindin Wahyudin dan Atase Perhubungan KBRI London Simson Sinaga.

Sebelumnya, pada 19 April 2016, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan pidato kepada perwakilan 171 negara-negara anggota IMO dan organisasi internasional lainnya yang sedang mengikuti Sidang IMO Marine Environment Protection Committee (MEPC) ke-69, bahwa Indonesia telah menetapkan visi untuk menjadi Poros Maritim Dunia dan berkomitmen untuk mengimplementasikan instrumen-instrumen IMO guna peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim.

Dengan bertambahnya dukungan dari negara-negara anggota IMO, diharapkan pembahasan mengenai pembentukan "draft guidance" tersebut bisa menjadi salah agenda tetap pada Sidang Komite Hukum IMO, sampai menjadi sebuah resolusi IMO yang bisa dijadikan pedoman bagi negara-negara anggota IMO dalam menyelesaikan permasalahan tanggung jawab dan kompensasi yang terkait dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016