Orlando, Florida (ANTARA News) - Seorang pria bersenjata dengan senapan penyerang menewaskan 50 orang selama perayaan gay di sebuah kelab malam di Orlando, Florida, Minggu (12/6), dalam penembakan massal paling mematikan dalam sejarah Amerika Serikat, amukan yang disebut Presiden Barack Obama sebagai aksi teror dan kebencian.

Polisi menewaskan pria bersenjata yang diidentifikasi sebagai Omar Mateen (29), warga Florida kelahiran New York dan warga Amerika Serikat yang merupakan anak dari imigran asal Afghanistan dan sudah dua kali diperiksa oleh agen FBI dalam beberapa tahun terakhir.

Pejabat penegak hukum menyelidiki bukti yang menunjukkan kemungkinan serangan itu diinspirasi oleh kelompok ISIS, meski mereka mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa Mateen bekerja langsung dengan kelompok bersenjata itu.

"Dilaporkan bahwa Mateen menghubungi 911 pagi ini di mana dia menyatakan kesetiaannya kepada pemimpin ISIS," kata Ronald Hopper, asisten agen khusus FBI yang bertanggungjawab menangani kasus itu.

Penembakan di kelab malam Pulse di jantung kota yang merupakan tujuan wisata populer bagi turis Amerika Serikat terjadi ketika sekitar 350 pelanggan menghadiri acara musik Latin bertepatan dengan perayaan pekan gay.

Para pengunjung kelab menggambarkan kejadian teror dan kerusuhan, dengan satu orang yang melarikan diri mengatakan dia bersembunyi di bawah mobil dan membalut orang asing yang berada bersamanya menggunakan kausnya.

"Kata-kata tidak bisa dan tidak akan bisa menggambarkan perasaan itu," Joshua McGill dalam unggahan di Facebook. "Berlumuran darah. Berusaha menyelamatkan hidup seorang pria."

Kejadian itu yang tercatat sebagai penembakan massal paling mematikan di Amerika Serikat dengan jumlah korban melampaui pembantaian di Virginia Tech University tahun 2007 yang menewaskan 32 orang.

"Kita cukup tahu untuk menyebut ini sebagai aksi teror, aksi kebencian," kata Obama saat berpidato di Gedung Putih.

"Sebagai warga Amerika, kita bersama dalam duka, dalam kemarahan dan dalam penyelesaian untuk membela orang-orang rakyat kita."

Para pejabat Amerika Serikat mengingatkan bahwa mereka belum punya bukti meyakinkan tentang hubungan langsung apapun dari kejadian penembakan tersebut dengan kelompok ekstremis asing mana pun.

"Sejauh yang kita tahu saat ini, kontak langsung pertamanya adalah janji baiat (kesetiaan) yang dia buat selama pembantaian," kaya seorang pejabat kontraterorisme Amerika Serikat.

"Pria ini tampaknya cukup kacau tanpa bantuan dari siapapun."

Meski demikian, penembakan itu hampir pasti menyalakan kembali debat emosional mengenai hukum kepemilikan senjata di Amerika Serikat dan keamanan dalam negeri di tengah persaingan menuju pemilihan presiden antara kandidat Partai Demokrat Hillary Clinton dan calon Partai Republik Donald Trump.

Serangan itu terjadi enam bulan setelah pasangan suami istri di California, pria kelahiran Amerika anak imigran Pakistan dan perempuan kelahiran Pakistan yang dia nikahi di Arab Saudi, menembak mati 14 orang di San Bernardino dalam serangan yang diinspirasi ISIS.

Pasangan itu tewas dalam baku tembak dengan polisi berjam-jam setelah penembakan dalam pesta liburan yang dihadiri oleh kawan-kawan kerja sang suami.


'Tak Terbayangkan'

Penembakan Florida berubah menjadi situasi penyanderaan, dimana anggota tim SWAT mengakhirinya sekitar fajar ketika mereka menggunakan kendaraan-kendaraan lapis baja menyerbu kelab sebelum membunuh pria bersenjata itu.

Jumlah korban yang meninggal akibat kejadian itu mengejutkan para petugas di Orlando, kota berpenduduk 270.000 orang dan rumah bagi atraksi-atraksi wisata seperti Disney World. Mereka semula mencatat 20 korban jiwa.

"Kami berhubungan dengan sesuatu yang tidak pernah kami bayangkan dan tidak terbayangkan," kata Wali Kota Orlando Buddy Dyer.

Ia mengatakan 39 orang tewas di dalam kelab, dua di luar dan sembilan lainnya setelah dibawa ke rumah sakit.

Rumah sakit Orlando Regional Medical Center menyatakan menerima 44 korban, termasuk sembilan yang meninggal dunia, dan melakukan 26 operasi pada para korban.

Kota Orlando, yang menarik 62 juta pengunjung pada 2014, mulai mengeluarkan nama-nama korban pada Minggu, dengan yang pertama diidentifikasi sebagai Edward Sotomayor Jr., Stanley Almodovar, Luis Omar Ocasio-Capo dan Juan Ramon Guerrero.

Pelaku penyerangan itu, Mateen, sudah dua kali diperiksa agen FBI, pada 2013 dan 2014, setelah menyampaikan komentar kepada rekan kerjanya yang mengindikasikan dukungannya pada kelompok militan, namun kedua wawancara itu tidak mengarah pada bukti tindak kriminal, kata Hopper dari FBI.

Hopper mengatakan Mateen diperiksa pada 2014 mengenai kontaknya dengan Moner Mohammad Abu-Salha, warga AS yang juga tinggal di Florida dan menjadi pelaku bom bunuh diri di Suriah tahun itu, demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.




----

Penerjemah: Maryati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016