Jakarta (ANTARA News) - Perekonomian nasional bakal mendapat suntikan darah segar berupa uang Lebaran, yang disediakan oleh otoritas untuk keperluan masyarakat merayakan "kemenangan".

Perekonomian nasional diperkirakan bakal bergairah mengingat dana itu akan berputar cepat dan bakal terdistribusi ke daerah, bahkan ke perdesaan, menjauh dari pusat-pusat kota. Harus ada upaya agar dana tersebut "tertanam" di daerah.

Uang Lebaran itu diyakini dapat memicu kenaikan tingkat konsumsi masyarakat yang tercipta tanpa peran pemerintah. Pemerintah hanya memfasilitasi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan puasa dan merayakan Lebaran.

Tingkat konsumsi yang meningkat diyakini bisa menjadi penyangga perekonomian nasional yang kini tengah lesu. Selain tingkat konsumsi, penyangga perekonomian lainnya adalah investasi.

Stimulus uang Lebaran itu sudah menjadi rutinitas tahunan. Hal itu selalu muncul bersamaan dengan perayaan hari raya agama Islam. Yang pasti, jumlah dananya selalu meningkat.

Pada tahun ini, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas telah menyiapkan pasokan uang tunai sebesar Rp160 triliun untuk memenuhi kebutuhan likuiditas selama Ramadhan dan Lebaran. Jumlah itu meningkat dibanding antisipasi kebutuhan uang tunai pada 2015 yang sebesar Rp124 triliun.

Antisipasi jumlah dana pada tahun ini meningkat karena jangka waktu liburan yang lebih panjang dan rencana pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 pegawai negeri sipil (PNS) serta TNI dan Polri. Jumlah hari libur yang lebih banyak menjadi enam hari dibanding tahun lalu yang hanya lima hari. Liburan Lebaran tahun ini juga bertepatan dengan libur sekolah.

"Tahun ini kami perkirakan ada kenaikan dari 2015. Jadi kami sudah siapkan Rp160 triliun," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta pada awal Juni.

Pasokan uang tunai tersebut, kata Tirta, sudah didistribusikan ke Kantor Perwakilan BI di berbagai wilayah di Indonesia. Rinciannya, 28 persen dari Rp160 triliun itu didistribusikan di DKI Jakarta, dan 33 persen dikirimkan ke berbagai wilayah Pulau Jawa, 20 persen untuk Pulau Sumatera, Kalimantan 7 persen, dan sisanya untuk Sulawesi, Maluku, Papua dan Bali serta Nusa Tenggara.

Selalu Meningkat

Data menunjukkan, uang Lebaran yang dikucurkan BI setiap tahun meningkat. Pada 2012, dana yang disuntikkan sebesar Rp86 triliun, Rp103 triliun (2013), Rp125 triliun (2014), dan pada 2015 Rp140 triliun.

Jumlah Rp160 triliun itu merupakan jumlah yang disiapkan BI untuk memenuhi kebutuhan bank selama Ramadhan dan Lebaran. Dana yang diperoleh bank itu kemudian dikucurkan kepada masyarakat yang kebutuhannya meningkat pada saat itu.

Sejumlah bank BUMN menyatakan sudah menyiapkan dana untuk dikucurkan kepada masyarakat. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyiapkan Rp25 triliun, di mana Rp10 triliun-nya untuk wilayah Jabodetabek. Jumlah ini naik 10 persen dibanding tahun lalu.

Sementara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyiapkan Rp29 triliun, atau naik 7,40 persen dibanding tahun sebelumnya, sedangkan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menyiapkan dana Rp60,9 triliun, atau naik 8 persen dibanding tahun sebelumnya.

Perkiraan kebutuhan uang tunai masyarakat dan perbankan pada Ramadhan dan Idul Fitri 1437 Hijriah itu menunjukkan kenaikan sebesar 14,5 persen dibanding tahun sebelumnya.

Menurut Direktur Eksekutif Pengelolaan Uang BI Suhaedi, perkiraaan pertumbuhan kebutuhan uang tunai sebesar 14,5 persen pada tahun ini, sejalan dengan tren pertumbuan uang yang beredar di masyarakat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri yang selalu meningkat 14 persen setiap tahunnya selama sembilan tahun terakhir.

Uang Palsu

Sementara itu, BI juga mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap maraknya peredaran uang palsu yang biasa terjadi saat Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Para pengedar uang palsu itu memanfaatkan besarnya kebutuhan masyarakat terhadap uang tunai.

Menurut Deputi Gubernur BI Ronald Waas, dalam operasi terakhir yang dilakukan bank sentral dan Kepolisian RI, ditemukan 18.000 lembar uang palsu.

Tanpa merinci, Ronald menyebut mayoritas uang palsu tersebut ditemukan di Pulau Jawa, khususnya di kota-kota sentra ekonomi. "Daerahnya di Jawa paling banyak," ungkapnya.

Ronald mengatakan pihaknya sudah mengintensifkan kerja sama dengan Polri dalam mengatasi peredaran uang palsu. Selain kerja sama itu, BI juga minta kepada kepolisian, untuk memaksimalkan tuntutan hukuman kepada pelaku peredaran uang palsu, agar dapat memberikan efek jera.

Selain itu, BI juga akan meningkatkan sosialisasi mengenai perbedaan uang palsu dan asli agar masyarakat dapat lebih waspada. "Apalagi ketika ingin mendekati hari raya lebaran, kita terus masif untuk mensosialisasikan perbedaan uang asli dan palsu," katanya.

Ronald mengingatkan kepada masyarakat akan pentingnya prinsip 3D dalam menerima uang tunai, yakni "Dilihat, Diraba dan Diterawang".

Pada setiap uang asli, terdapat ciri yang paling mudah dikenali yakni tinta khusus pada pojok kanan. Selain, itu dalam setiap uang asli juga terdapat benang pengamanan. "Kertasnya itu biasanya rada kasar kalau uang palsu karena kertasnya tidak dari kapas," kata Ronald.

Manfaatkan

Bertambahnya likuditas di masyarakat, khususnya di daerah, yang dibawa pemudik, yang tentunya menggunakan dana yang disiapkan BI itu, seharusnya juga dimanfaatkan pemerintah dan pemerintah daerah.

Mereka harus bisa mengupayakan agar dana segar masyarakat tersebut tidak dihabiskan hanya untuk kebutuhan konsumtif semata.

Pemda yang daerahnya menjadi tujuan mudik masyarakatnya, harus bisa "merayu" para perantau itu untuk menyimpan dananya di daerah dalam bentuk investasi. Investasi apa pun seperti pada sektor pertanian dan perkebunan, industri rumah tangga serta industri kreatif.

Selama ini yang terlihat dikonsumsi masyarakat adalah mayoritas barang impor seperti telepon genggam, yang dinilai mampu meningkatkan citra pemudik sebagai "orang kota".

Jika model konsumsi seperti itu, maka dalam waktu cepat dana segar itu bakal segera kembali ke kota-kota besar. Daerah yang dikunjungi perantau itu gagal memanfaatkan uang Lebaran.

Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016