Kita lihat aturannya A, B, C, D, semua kita lihat tapi KPK sampai pada kesimpulan belum bisa meningkatkan kasus ini kepada tingkat penyidikan
Jakarta (ANTARA News) - KPK menyatakan tidak melindungi siapa pun saat membuat kesimpulan tidak menemukan perbuatan melawan hukum dalam penyelidikan pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektar dalam lanjutan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR.

"Kami tidak ingin melindungi siapa pun dan tidak ingin zalim dan betul-betul ingin kerja sama dengan BPK," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III di gedung DPR Jakarta, Rabu.

Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rapat itu menyatakan bahwa tim penyelidik KPK merekomendasikan untuk menghentikan penyelidikan Sumber Waras meski laporan audit hasil investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada kerugian negara Rp191 miliar.

"Kami berlima dan seluruh teman-teman ini mungkin adalah orang paling tersiksa karena kasus Sumber Waras ini kami didemo setiap hari. Ada tokoh masyarakat yang datang tapi setelah diterima kami disodori hasil audit BPK. Padahal kasus ini bukan diawali saat kepemimpinan kami, kasus ini diawali pada masa kepemimpinan sebelumnya," ungkap Laode.

Menurut Laode, saat ia dan empat komisioner KPK lain resmi dilantik, KPK sudah meminta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan audit forensik.

"Apa betul uang hanya diterima setengahnya? Kami minta PPATK menelusuri, kami cek, kami periksa orangnya. Jadi untuk hal lokasi tanah yang lokasinya tertulis dalam surat tanah dan banyak sekali yang kami ketahui dari forensik itu namun demikian kami berterima kasih atas tambahan info yang diberikan ke kami," ungkap Laode.

Laode berjanji bahwa KPK akan menemui BPK untuk mencari titik temu menyangkut perbedaan pendapat KPK dan BPK itu.

"Bahwa kami diminta atau dihimbau untuk bertemu BPK, tanpa dihimbau pun insya Allah kami akan bertemu dengan beliau. Penyelidik kami juga pernah melakukan gelar perkara bersama BPK. Kita lihat aturannya A, B, C, D, semua kita lihat tapi KPK sampai pada kesimpulan belum bisa meningkatkan kasus ini kepada tingkat penyidikan," tambah Laode.

Apalagi, menurut Laode, KPK belum meminta laporan perhitungan kerugian negara ke BPK sehingga audit investigasi BPK itu hanya merupakan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK perwakilan DKI Jakarta atas Laporan Keuangan pemerintah provinsi DKI Jakarta 2014 yang menjadi bahan pengaduan masyarakat ke KPK.

Komisioner KPK lain, Alexander Marwata menjelaskan kriteria yang digunakan auditor BPK dan penyelidik KPK berbeda. Auditor BPK masih menggunakan Peraturan Presiden No 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sedangkan penyelidik KPK menggunakan Peraturan Presiden No 40 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

"Audit BPK kalau menurut kami itu perbedaan kriteria. Betul kalau menggunakan Perpres yang lama ada penyimpangan sempurna, tapi kalau Perpres No 40/2014, maka hal yang dianggap penyimpangan itu gugur," kata Alex.

"Tidak semua audit invetigasi berbanding lurus dengan perbuatan melawan hukum, beberapa kali saya selama di BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), perbuatan melawan hukum tidak ada dari audit investigasi, bahkan saat perhitungan kerugian sudah dilakukan tapi fakta perbuatan melawan hukum tidak ada, ya gugur. Jadi tidak selamanya perhitungan kerugian kerugian negara dan audit investigatif berbanding lurus dengan perbuatan melawan hukum," tegas Alex.

Hal ini berbeda dengan pendapat BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014 yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal.

BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016