Menyikapi terjadinya beberapa gangguan sistem layanan Teknologi Informasi Keuangan (TIK) di lingkungan Kementerian Keuangan belakangan ini, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengambil langkah taktis dan strategis dalam merespon dan mengantisipasi gangguan layanan tersebut.

Menteri Keuangan telah membahas bersama Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi dan Teknologi Informasi (Sahli OBTI), dalam pembahasan itu ditetapkan keputusan berupa :

  • Menugaskan SAHLI OBTI selaku CIO Kemenkeu untuk menjadi Koordinator Pengawasan dan Penanganan atas operasional seluruh Layanan TIK Kemenkeu (di 11 Unit Eselon I), yang dibantu oleh para Pejabat Eselon II pada Unit TIK di 11 Unit Eselon I Kemenkeu;
  • SAHLI OBTI ditugaskan untuk segera membuat langkah taktis dan sistematis terkait pengawasan layanan dan penanganan gangguan seluruh layanan TIK Kemenkeu; 
  • Dalam jangka menengah, segera menyiapkan tambahan DC Kemenkeu, untuk mewujudkan penyediaan 2 DC yang active-active guna memfasilitasi sistem layanan TIK Kemenkeu yang semakin banyak, dengan sifat real-time, zero-downtime, dan sangat kritikal.

Hal ini terungkap dalam jumpa pers antara Menkeu, Dirjen Bea Cukai, Sahli OBTI dengan para pewarta di Gedung Kemenkeu, Jumat 17 Juni 2016.

Menurut Menkeu, gangguan sistem TIK pada DC dan DRC sejatinya disebabkan karena gangguan suplai listrik PLN, server, dan aplikasi. 

Sistem layanan TIK Kemenkeu kembali mengalami gangguan pada 17 Mei 2016.Setelah sebelumnya gangguan serupa pernah terjadi pada 2015.

Pada periode 2015-2016 terjadi beberapa gangguan sistem layanan TIK pada DC dan DRC yang disebabkan antara lain oleh gangguan suplai listrik PLN, server, dan aplikasi. 

Gangguan juga terjadi pada portal Indonesia Nastional Single Window (INSW) berupa data tidak mengalir ke sistem CEISA (Customs-Excise Information System and Automation).

Akibatnya layanan online di beberapa Direktorat Jenderal di Kemenkeu bermasalah.Salah satu yang mengalami masalah atau down adalah Sistem Pelayanan dan Pengawasan atau CEISA milik Ditjen Bea dan Cukai.Dampaknya, pengusaha tidak bisa mengajukan dokumen secara elektronik.

Untuk mengantisipasi masalah ini, Kemenkeu telah melakukan peningkatan level layanan PLN dari reguler ke premium silver kemudian menjadi premium platinum.

Menurut Menkeu, dengan diupgradenya level layanan, PLN berjanji suplai listrik tidak lagi terganggu. “Artinya PLN berjanji tidak akan ada gangguan suplai listrik kepada data center kita sehingga tidak ada gangguan sistem. Itu yang sudah dijaminkan PT PLN,” tambah Menkeu.

Upaya perbaikan dan antisipasi gangguan layanan yang saat ini telah dilakukan adalah perbaikan infrastruktur pendukung DC Kemenkeu, peningkatan level layanan PLN dari regular ke premium silver, kemudian menjadi Premium Platinum. 

Kemudian penyempurnaan SOP untuk Business Continuity Plan (BCP) dan Disaster Recovery Plan (DRP), assessment menyeluruh terhadap semua perangkat pendukung di DC dan DRC Kemenkeu, serta monitoring danevaluasisecara regular.

Sementara itu menurut Sahli OBTI Kemenkeu Susiwijono Moegiarso, hal ini disebabkan server data CEISA mengalami gangguan.“Jadi tantangan tersendiri nanti di tanggal 1 Juli bagaimana kita mengelola mitigasi risiko, karena hal ini penting untuk penerimaan negara.Ketika orang mau bayar malah sistemnya gak jalan. Karena orang semua akan bayar ketika sehari sebelum libur hari raya. Kita tes per 1 Juli, bagaimana hasil penanganan gangguan ini,” ujar Susiwijono.

Kemenkeu memiliki beberapa Sistem Layanan Utama dari Unit Eselon I yang beroperasi di DC dan DC, yaitu  CEISA (Impor, Ekspor, Manifest, Cukai) di Direktorat Jenderal bea dan Cukai (DJBC); Sistem Perbendaharaan Dan Anggaran Negara (SPAN), Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G2), Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI), Sistem Informasi Kredit Program (SIKP), Online Monitoring SPAN (OM-SPAN) di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB); 

Kemudian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga  (RKAKL), Sistem Informasi Monitoring PNBP Online (SIMPONI) di Direktorat Jenderal Anggaran (DJA);  Debt Management Financial Analysis System (DMFAS), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (SI-BI-SSSS) di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR); Ada lagi Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN), Modul Kekayaan Negara di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN);  Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;  e-Procurement (LPSE) di Sekretariat Jenderal; dan  Whistleblowing System (WISE) di Inspektorat Jenderal.

Informasi ini terselenggara atas kerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016